REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Tes keperawanan yang diduga diterapkan dalam proses rekrutmen polisi wanita (polwan) di Kepolisian RI (Polri) harus dihentikan. Pasalnya, tes tersebut dinilai sebagai bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan.
"Kalau ada tes keperawanan untuk polwan, maka untuk polisi laki-laki harusnya juga ada tes keperjakaan," ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, saat dihubungi Republika, Kamis (20/11).
Berdasarkan pantauan IPW, kata dia, tes keperawanan tidak dicantumkan sebagai syarat formal pendaftaran anggota polwan. Namun, jika kemudian tes tersebut memang diterapkan oleh Polri, maka dia menilai hal itu terlalu mengada-ada.
Neta menjelaskan, dalam proses rekrutmen polisi, ada salah satu tes kesehatan yang meminta semua calon anggota untuk menanggalkan pakaian mereka (bertelanjang). Hal tersebut menurutnya bertujuan untuk mengetahui apakah calon-calon polisi itu ada yang memiliki potensi penyakit hernia atau ambeien.
Bagi calon anggota polwan, tes dalam keadaan telanjang tersebut tidak dimaksudkan untuk menguji keperawanan seorang perempuan. "Tapi, kalau memang ada yang sampai mengetes keperawanan, itu mengada-ada namanya. Harus dihentikan," ujarnya.
Sebelumnya, Human Right Watch (HRW) menemukan adanya praktik tes keperawanan melalui wawancara dengan delapan polwan dan mantan polwan. Wawancara juga dilakukan dengan dokter polisi, evaluator rekrutmen, anggota Komisi Polisi Nasional (Kompolnas), serta juga aktivis hak perempuan.