REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permasalahan pendidikan anak-anak di Perkebunan Kelapa Sawit Sabah dan Sarawak sangat rumit. Sebab semuanya bermula dari kondisi orang tua mereka yang turun temurun tinggal di sana sebagai buruh migran ilegal.
"Kami sudah melakukan pendekatan dengan pihak Malaysia agar mereka mau memberi izin untuk membangun sekolah," kata Wahyu Hartomo Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA), Kamis (20/11).
Menurutnya anak-anak Indonesia harus dilindungi dan diberikan kesempatan belajar yang baik. Namun lagi-lagi permasalahan ini menyangkut dua negara. Ini juga menjadi tanggung jawab Kementerian Luar Negeri untuk melakulan negosiasi kenegaraan.
Wahyu menyebutkan kerja sama Kementeriannya sudah dilakukan dengan Kemendikbud. Bahkan mereka siap menyediakan guru-guru asal Indonesia untuk mengajar di sana.
"Namun Malaysia hanya mampu mengizinkan dan menyediakan sekolah di wilayah kota," tutur Wahyu.
Adapun sarana pendidikan di pinggir perkebunan, masih sulit untuk dijangkau anak-anak pedalaman kebun. Karena itu mereka lebih memilih untuk ikut bekerja sebagai pemungut sawit.
Sulitnya anak-anak untuk sekolah disebabkan oleh ketiadaan dokumen dari orang tua mereka. Seperti akta lahir dan tanda identitas lainnya. Namun mereka masih diakui sebagai warga negara Indonesia.
Selain itu Wahyu menyoroti masalah agama. "Kondisi agama mereka di sana juga kita khawatirkan," ungkap Wahyu.
Maka itu ia menganggap penting keikutsertaan Kementerian Agama untuk menyelesaikan permasalahan anak-anak tersebut.
Walaupun begitu, mewakili kementeriannya Wahyu berkomitmen untuk serius dalam mengurusi perlindungan anak-anak perkebunan kelapa sawit. Terutama di bidang pendidikan. "Kami akan memenuhi hak mereka untuk belajar," katanya.
Oleh itu dalam waktu dekat ini Wahyu akan segera mengomunikasikan hal tersebut pada Menteri PPA dan mendiskusikannya di rapat kementerian. "Kami akan mencari data terbaru mengenai anak-anak di sana", tutur Wahyu.
Selanjutnya, bersama Kementerian Pendidikan akan menjalankan kerja sama untuk membangun sekolah di perkebunan sawit.
Namun kembali lagi pada akar masalah yang kompleks, Wahyu menegaskan bahwa masalah ini tidak akan selesai hanya dengan upaya dari Kememterian PPA.
"Untuk menyelesaikan problem ini ada beberapa instansi yang harus terlibat, yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara (PAN), Kememterian Agama, Kementerian Pendidikan, dan Kementerian PPA," katanya menjelaskan.