REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wali Kota Palembang periode 2013-2018 nonaktif, Romi Herton dan istrinya, Masyito didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam dakwaan kedua pertama dan kedua.
Keduanya diduga dengan sengaja memberi keterangan tidak benar serta dengan sengaja mencegah dan merintangi atau mengagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Hal tersebut berlangsung saat keduanya diperiksa sebagai saksi dalam sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan terdakwa Akil Mochtar di Pengadilan Tipikor.
"Sebelum memberikan keterangan sebagai saksi, terdakwa dimintai Muhtar Ependy untuk memberikan keterangan bahwa para terdakwa tidak mengenal Muhtar Ependy," ujar JPU KPK, Ely Kusumastuti kepada Ketua Majelis Hakim, Muklis di pengadilan Tipikor, Kamis (20/11).
Selain itu, menurutnya, Muhtar Ependy meminta terdakwa Masyito untuk menerangkan tidak pernah datang dan menyerahkan sejumlah uang kepada Muhtar Ependy di BPD Kalbar, Mei 2013 terkait dengan pengurusan sengketa pilkada Kota Palembang.
"Atas permintaan Muhtar Ependy, terdakwa Romi dan Masyito bersepakat akan memberikan keterangan yang tidak benar sesuai permintaan dan arahan Muhtar Ependy," katanya.
Ia menuturkan saat pemeriksaan pada 27 Maret di sidang Akil Mochtar. Kedua terdakwa yang disumpah dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai peristiwa yang mereka lihat, dengar dan alami sendiri.
Ely mengatakan dalam persidangan Romi dan Masyito mengaku tidak mengenal dan Berkomunikasi dengan Muhtar Ependy. Namun, berdasarkan keterangan saksi, Iwan Sutaryadi, Rika Fatmawati, Risna Hasrilianti dan Nur Affandi, terdakwa Masyito bersama Muhtar Ependy pernah datang ke kantor BPD Kalbar Cabang Jakarta.
"Romi Herton dan Masyito menerangkan tidak pernah menyerahkan uang ke Muhtar Ependy di BPD Kalbar Cabang Jakarta. Namun, berdasarkan keterangan saksi pada 13 Mei terdakwa menyerahkan uang ke Muhtar Ependy yang selanjutnya dititipkan ke Iwan Sutaryadi," katanya.
Serta berdasarkan alat bukti surat berupa laporan hasil pemeriksaan computer forensik terhadap barang bukti elektronik. Pada Handphone milik Romi ditemukan nama Muhtar Ependy di daftar kontak Handphone dengan nama Muhtar MK.
Selain itu, di Handphone milik Muhtar Ependy terdapat nama terdakwa Romi Herton dengan nama 'PLB Kiyay' dan nama terdakwa Masyito 'PLB Ayu Romi.' Serta ditemukan adanya komunikasi sms antara para terdakwa dengan Muhtar Ependy.
Ely mengatakan kedua terdakwa pun mengaku tidak memesan atribut pilkada dan pelantikan walikota terpilih yang diproduksi PT Promic Internasional milik Muhtar Ependy. Namun, bukti menunjukan adanya nota tagihan ke terdakwa Romi serta adanya produk PT Promic Internasional yang dipesan terdakwa.
Selain itu, perbuatan Romi Herton dan Masyito memberikan keterangan tidak benar dalam proses pembuktian di sidang Akil Mochtar dimaksud merintangi proses persidangan supaya perkara Akil Mochtar tidak terbukti.
Atas perbuatannya yang merupakan tindak pidana korupsi, Romi Herton dan Masyito diancam pidana dalam pasal 21 dan pasal 22 jo Pasal 35 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Toindak Pidana Korupsi. Sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.