REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isi akad dalam perjanjian lembaga keuangan syariah dan nasabah penting diperhatikan. Sebab, akad akan menentukan proses penyelesaian jika sengketa terjadi.
Panitera Muda Perdata Agama Mahkamah Agung Abdul Ghani menuturkan selama ini pengadilan agama hanya ditugaskan memutus perkara seputar perkawinan, zakat, wakaf, waris, infak, sedekah, dan sejenisnya. Tapi kali ini pengadilan agama juga diberi amanah tambahan untuk memutus sengketa kegiatan ekonomi syariah.
Dari UU No 3/2006 pasal 49 i cakupan ekonomi syariah cukup luas. Tidak hanya bank syariah tapi juga pasar modal hingga bisnis syariah.
Akad jadi penting karena jadi poin pertama yang harus diperhatikan hakim agama dalam proses membuat putusan. Penting untuk memastikan kejelasan dan kesepakatan kedua pihak menunjuk tempat penyelesaian jika terjadi sengketa. Di pengadilan negeri, pengadilan agama atau arbitrase syariah yang harus dimuat dalam akad.
"Saat ini pengadilan agama pun sudah bisa memutuskan perkara sendiri tanpa harus melalui pengadilan negeri. Misalnya untuk hak tanggungan," kata Abdul di Jakarta, Kamis (20/11).
Jika sempat diragukan soal kapasitas, Abdul mengatakan, masyarakat bisa menilai sendiri dari hasil putusan yang dibuat hakim. MA tidak abai soal pembekalan pengetahuan hakim mengenai ekonomi syariah.
Perwakilan Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) Ahmad Jauhari mengungkapkan kesepakatan penyelesaian sengketa sangat penting. Kesepakatan itu bisa dibuat sejak awal pembuatan akad.
putusan sengketa keuangan syariah yang dibuat Basyarnas bersifat final dan tidak bisa banding dengan kekuatan eksekutorial. Keputusan bisa dibatalkan dengan pengalihan sengketa ke pengadilan negeri.
Di sisi lain, prosesnya efisien karena persidangan sederhana dan tertutup serta harus selesai dalam 180 hari. Arbiter yang ada pun disesuaikan dengan bidang sengketa. Ia meyakinkan arbiter Basyaranas memiliki kompetensi diberbagai bidang ekonomi syariah.
"Pada prinsipnya, Basyarnas juga mengutamakan jalan damai antara kedua pihak bersengketa (islah). Jika itu tidak tercapai, maka proses baru diputuskan melalui musyawarah majelis," kata Ahmad.
Ahmad sepakat perlu terus ada edukasi bagi pelaku, regulator dan penegak hukum di bidang keuangan syariah. Ini untuk memastikan akad dibuat notaris sesuai dengan fatwa, nasabah dan lembaga keuangan mengerti isi akad, dan penegak hukum bisa memahami kasus jika akad juga jelas.
"Saya sarankan bagi mereka yang membuat akad untuk sama-sama membuat perjanjian dengan niat ibadah," ungkap dia.