REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK-- Darurat militer di Thailand tidak akan dicabut dalam waktu dekat, kata menteri kehakiman, Jumat, meskipun pemerintah sebelumnya berjanji untuk mencabut status tersebut di beberapa provinsi untuk membantu industri pariwisata yang terpuruk sejak kudeta militer pada Mei.
Pengumuman tersebut dibuat saat Thailand bersiap memasuki musim puncak kedatangan turis pada Natal dan Tahun Baru. Sektor pariwisata memberikan kontribusi hampir 10 persen PDB. Thailand memperkirakan kedatangan turis pada 2014 sekitar 25 juta, turun satu juta orang dari 2013, kata pemerintah, sebagian akibat unjuk rasa di Bangkok yang membuat turis menjauh.
Militer memberlakukan status darurat secara nasional pada Mei, beberapa hari sebelum merebut kekuasaan dalam sebuah kudeta yang disebutnya, perlu dilakukan untuk mengakhiri aksi jalanan selama berbulan-bulan untuk menggulingkan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra.
"Darurat militer perlu dan kami tidak akan mencabutnya karena pemerintah serta junta membutuhkannya sebagai alat bagi pihak militer," kata Menteri Kehakiman Thailand Jendral Paiboon Koomchaya kepada Reuters.
"Kami tidak mengatakan bahwa darurat militer ini akan terus berlaku selama 50 tahun, bukan begitu, kami hanya minta ini tetap berlaku sekarang, tanpa batas waktu."
Semua bentuk protes politik dilarang berdasar undang-undang tersebut, namun hal itu tidak menghentikan beberapa mahasiswa untuk menggelar unjuk rasa menentang junta pekan ini dengan menunjukkan salam tiga jari ala film The Hunger Games.
Menteri Kehakiman Paiboon membantah bahwa undang-undang itu, yang meletakkan tanggung jawab keamanan di tangan militer dengan kekuasaan melakukan penahanan, telah disalahgunakan. "Undang-undang itu tidak melanggar hak asasi siapapun," katanya.