Jumat 21 Nov 2014 20:16 WIB

UU Penodaan Agama Dihapus, Muhammadiyah: Indonesia Bakal Kacau

Rep: C13/ Red: Bayu Hermawan
Logo Muhammadiyah di Masjid At-Taqwa, kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Jumat (27/6) malam.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Logo Muhammadiyah di Masjid At-Taqwa, kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Jumat (27/6) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permintaan Amnesty International kepada pemerintah Indonesia agar menghapus Undang-Undang Penodaan Agama No 5 Tahun 1969, mendapat penolakan dari banyak pihak. Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menilai Indonesia akan semakin kacau jika undang-undang ini dihapus.

Bendahara Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas menilai permintaan Amnesty International untuk menghapus UU ini, sama artinya jika mereka tidak ingin kehidupan di Indonesia yang tenang dan tentram.

"Mereka tidak menginginkan tegaknya suatu kehidupan bermasyarakat yang tentram dan damai," katanya saat dihubungi Republika Online (ROL) pada Jum'at (21/11).

Anwar menjelaskan, setiap agama itu memiliki ajaran pokok. Untuk itu seseorang dengan keyakinan di agama tersebut tidak boleh mengacaukan ajaran pokok tersebut. Jika itu dilakukan, kata Anwar, ini berarti telah merendahkan dan menghina agama.

"Ini berarti menghina pengikut dari agama itu juga," ujarnya.

Apabila itu terjadi, menurut Anwar, akan timbul keresahan di tengah masyarakat. Menurutnya, inilah tujuan dari UU ini. Ini bertujuan agar tidak terjadi kekacauan karena penghinaan dan pelecehan terhadap ajaran tersebut.

"Kami rasa apabila ada yang meminta UU ini dihapus berarti mereka telah membolehkan penyimpangan agama terjadi," ujar Anwar.

Ini berarti mereka telah mendukung perbuatan yang merusak dan menodai ajaran dari agama. Terkait permintaan Amnesty International, Muhammadiyyah menyatakan menolak keras permintaan  pihak ini. Muhammadiyah akan berjuang keras untuk mempertahankan  UU penodaan agama ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement