Sabtu 22 Nov 2014 18:38 WIB

MUI: Ide Penghapusan UU Penodaan Agama Ganggu NKRI

Rep: c60/ Red: Mansyur Faqih
Wakil Sekertaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), DR. H. Amirsyah Tambunan
Foto: ROL/Casilda Amilah
Wakil Sekertaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), DR. H. Amirsyah Tambunan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usulan Amnesty Internasional tentang penghapusan UU Penodaan agama dinilai membahayakan keutuhan NKRI. Penghapusan UU Nomor 1/PNPS tahun 1965 tentang pencegahan, penyalahgunaan dan/atau penodaan agama bisa membahayakan kerukunan antarumat beragama.

Sebab UU tersebut merupakan batas dari penafsiran nilai keagamaan yang kebablasan. "Ide itu mengganggu keutuhan NKRI melalui perpecahan umat beragama kita," ujar Wasekjen MUI Amirsyah Tambunan kepada Republika, Sabtu (22/11). 

Lulusan pendidikan Lemhanas angkatan 2011 itu mengemukakan, potensi kerusuhan antara umat beragama akan semakin besar tanpa aturan itu. Karena tidak ada aturan yang jelas yang membatasi perbedaan pemahaman umat beragama.

Persoalan keagamaan, menurut dia, merupakan persoalan yang sangat sensitif bagi warga negara Indonesia. Sehingga membutuhkan peraturan yang jelas. 

Ia menyatakan, ide Amnesty Internasional kelewat batas. Bahkan, telah menyinggung urusan kedaulatan hukum yang ada di Indonesia. "Jangan mengintervensi kedaulatan NKRI," ujar dosen kewarganegaraan Universitas Muhammadiyah Jakarta itu. 

Sebelumnya, Direktur Riset Asia Tenggara dan Pasifik Amnesty International, Rupert Abbott menyatakan, UU Nomor 1/PNPS tahun 1965 tidak relevan dan melanggar serangkaian komitmen HAM internasional yang juga diakui Indonesia. 

"Pengadilan atas kasus penodaan agama harus dilihat sebegai bentuk penghormatan terhadap kebebasan beragama telah mengalami kemunduran," kata Abbott, dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Jumat (21/11).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement