Ahad 23 Nov 2014 10:26 WIB

Menabung Sampah Untuk Pendidikan Dini

Rep: C80/ Red: Erdy Nasrul
Seorang petugas kebersihan membersihkan sampah yang menumpuk di pinggir ruas Jalan Jend Ahmad Yani, Bandung, Jawa Barat.
Foto: Prayogi/Republika
Seorang petugas kebersihan membersihkan sampah yang menumpuk di pinggir ruas Jalan Jend Ahmad Yani, Bandung, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Setiap pagi, puluhan anak –anak mendatangi sebuah PAUD di Kp Batukasur Rt 01/10, Desa Panundaan, kecamatan Ciwideuy. Tampak ada sesuatu yang berbeda dari anak –anak yang juga ditemani oleh orang tua mereka. Tidak hanya menjinjing tas yang berisikan buku dan alat tulis, tapi juga mereka menenteng botol –botol plastik bekas kedalam PAUD tersebut.

Penasaran dengan tingkah anak –anak itu, Republika mencoba mendatangi PAUD yang sudah berdiri sejak 2010 tersebut. Ketika menyaksikan lebih jelas ke dalam PAUD, ternyata anak –anak tersebut sedang menyetorkan botol –botol bekas itu kepada Guru mereka.

Satu persatu murid –murid tersebut memberikan botol –botol baik yang berukuran kecil maupun besar. Botol –botol terebut kemudian diberikan nama –nama murid dengan sebuah spidol berwarna hitam, untuk yang memberikan sampah anorganik tersebut. Ternyata, sampah –sampah tersebut dikumpulkan untuk memenuhi kebutuhan anak –anak murid maupun sekolah, terutama bagi anak –anak kurang mampu.

Intinya untuk pemanfaatan barang bekas, selain untuk kerajinan bisa juga untuk bakti sosial seperti anak kurang mampu, sehingga tidak pakai uang bayarnya. Selain itu juga untuk keperluan sekolah,’’ kata Elis, Guru sekaligus Pembina PAUD Melati kepada Republika, Kecamatan Ciwideuy, Kabupaten Bandung, Kamis (20/11).

Elis mengatakan, ide tersebut berawal saat dirinya sedang meminta sumbangan kepada orang tua murid maupun donator, mengingat banyak murid yang tidak mampu di PAUD tersebut. Karena sebelumnya apabila ada anak yang kurang mampu dan tidak bisa bayar sekolah, Elis keliling kampung mendatangi warga yang dianggap mampu, namun hal tersebut dirasa Elis terlihat seperti mengemis.

Itupun, kata Elis, tidak semua orang yang diminta sumbangan memberikan bantuan. Justru malah banyak juga yang tidak bayar.Sehingga membuat Elis untuk mencari alternative pembiayaan lain. Kebetulan pada saat meminta sumbangan, ada orang yang memang mengelola bank sampah menawarkan kerjasama. Jadi orang tua murid yang mengumpulkan sampahnya, pihak sekolah hanya tinggal menerima uang saja. ‘’Gimana bu kalau ada program tabungan sampah. Disosialisasikan ke orang tua murid, dan responnya alhamdulilah bagus,’’ jelas Elis.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement