REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Tunisia Menggelar pemungutan suara untuk memilih Presiden yang baru, Ahad (23/11).
Dilansir dari Reuters, Ahad (23/11) pemilu presiden ini untuk menggantikan Zine Al Abidin Ben Ali yang telah digulingkan 2011 lalu oleh Aktivis HAM karena menjadi pemimpin yang diktator. Pemilu diikuti oleh Beji Caid Essebsi (87 tahun).
Dia adalah mantan pejabat Ben Ali yang mengikuti jejak pemimpin pasca kemerdekaan Tunisia Habib Bourguiba. Dia pun menjadi teladan negara sekuler peduli untuk memperjuangkan negara-negara di Afrika Utara.
Saingan terkuatnya adalah Presiden transisi saat ini Moncef Marzouki. Menurutnya pemungutan suara ini merupakan kembalinya era satu partai seperti Essebsi.
Kemenangan bagi Essebsi akan menjadi pukulan bagi 2.011 pemberontakan yang mengakhiri kekuasaan Ben Ali. Lebih dari 25 kandidat untuk dipilih. Tetapi Essebsi dan Marzouki adalah kandidat terkuat.
Salah satu kandidat harus memenangkn 50 persen suara. Jika tidak sampai 50 persen maka akan digelar putaran kedua yang berlangsung pada Desember mendatang.
Pemilu Ahad ini dilaksanakan setelah pemilu legislatif yang diadakan Oktober lalu. Pemilu tersebut dimenangkan oleh Partai yang mengusung Essebsi, Partai Nidaa Tounes. Sedangkan Partai Islam Ennahda menang ketika Pemilu 2011 lalu.
Essebsi saat ini menjabat sebagai ketua Parlemen yang mendukung Ben Ali dan pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri masa Pemerintahan Bourguiba. Essebsi diharapkan bisa menjadi negarawan yang mampu memperbaiki masalah Tunisia dan menyelesaikan pemerintahan di masa transisi.
"Negara telah absen beberapa tahun terakhir, kita harus membawa kembali kehormatan negara dengan jaminana kebebasan," janji Kampanye Essebsi.
Namun partai pengusungnya khawatir Essebsi masih mewarisi sifat diktator Ben Ali dan partai sebelumnya. Essebsi menyangkal kekhawatiran mereka. Banyak pejabat yang bekerja di kabinet Ben Ali yang masih bersih dari pelanggaran dan korupsi di masa pemerintahannya pada 1987 hingga 2011.
Marzuki pun tak percaya dengan sangkalan Essebsi. "Ada bahaya nyata ketika kekuasaan berada di pihak yang sama. Ini merupakan pertarungan antara kekuataan revolusi dengan rezim lama," ujar dia.
Pemilihan presiden akan menjadi langkah terakhir Tunisia untuk menerapkan demokrasi penuh. Tahun 2011 lalu Tunisia mampu menghindari konflik Arab Spring. Mereka mampu mengatasi masalah politik dengan kompromi.
Tunisia menjadi contoh negara Arab untuk kompromi dan berdemokrasi.
Pemerintahan Nidaa Tounes baru akan terbentuk setelah pemilihan presiden. Namun kemenangan itu akan mempersulit Ennahda untuk bernegosiasi pasca pemilu selama pemerintahan baru.
Ennahda belum mengajukan calon atau mendukung siapapun.Sehingga pendukungnya akan menjadi pemegang kunci hasil akhir pemungutan suara.
"Politik saat ini sangat menguntungkan Essebsi, karena Partai Islam Ennahda masih belum mendukung salah satu calon," ujar Riccardo Fabiani dari Eurasia Grup.