REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil putusan Komisi Disiplin (Komdis) PSSI yang menjatuhkan hukuman per 11 November terhadap PSS Sleman dan PSIS Semarang dalam kasus pengaturan skor laga Divisi Utama belum sampai ke pihak manajemen klub. Belum adanya kepastian terkait salinan putusan membuat pihak klub belum mengambil sikap.
"Semestinya 1x24 jam salinan surat itu bisa disampaikan," ujar Direktur Operasional PSS Sleman Rumadi saat dikonfirmasi melalui telepon, Senin (24/11).
Belum adanya salinan resmi itu, kata Rumadi, membuat manajemen klub masih santai dan belum memiliki niatan untuk menyiapkan banding.
Rumadi mengaku, hingga saat ini manajemen klub belum memiliki alasan tepat dan dasar hukum untuk mengajukan banding. "Secara pribadi, saya lebih memilih saat ini untuk bersantai bersama keluarga," ujarnya menambahkan.
Namun Rumadi tetap meyakinkan, persiapan untuk banding tentunya akan ada menindaklanjuti kemungkinan putusan tersebut.
Hal senada disampaikan pelatih PSS Sleman, Heri Kiswanto. "Pokoknya kita menunggu surat resmi itu," ujar dia.
Di saat belum ada kepastian soal salinan putusan pemberian hukuman, dukungan masih terus mengalir kepada para pemain yang divonis dilarang bermain sepakbola 5-10 tahun hingga seumur hidup. Salah satunya lahir dari Ismed Sofyan, Ketua Asosiasi Pemain Sepak Bola Indonesia (APSI).
Penggawa Persija itu menegaskan hukuman yang diberikan kepada para pemain, sangat memberatkan. "Merupakan hukuman yang berlebihan menjauhkan pemain dari tempat mencari nafkahnya," ujarnya Senin (24/11).
Hal serupa, kata Ismed, pastinya juga terjadi pada para pelatih dan offisial klub. Gelandang 36 tahun itu meminta kepada PSSI untuk terus melakukan investigasi, hingga akhirnya sampai kepada sosok di balik layar pengaturan pertandingan yang terjadi pada 26 Oktober silam.
"Pastinya ada sosok di belakang layar atas peritiwa sepakbola seperti itu," ujarnya tegas.
Menurutnya, hingga pelaku utama dapat terungkap, PSSI barulah memberikan sanksi dengan porsi yang seadil-adilnya.
Dukungan Ismed Sofyan melengkapi dukungan yang sebelumnya datang dari Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI). Dalam pernyataan resminya, APPI menyatakan bahwa para pemain bukanlah pelaku murni. Mereka hanyalah korban yang terpaksa tunduk dan tidak punya daya upaya terhadap aktor di belakang pengaturan pertandingan tersebut.