Senin 24 Nov 2014 21:50 WIB

Bali Nusra Harap Tol Laut Direalisasikan Segera

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Djibril Muhammad
Tol Bali (ilustrasi)
Foto: JASAMARGA
Tol Bali (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TABANAN -- Pemerintah Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT) berharap pemerintah pusat segera merealisasikan pembangunan tol laut. Ini merupakan salah satu program utama Presiden Joko 'Jokowi' Widodo dalam kampanyenya dalam pemilihan umum lalu.

"Kami berharap tol laut dan pelabuhan laut segera diberdayakan dan difungsikan agar konektivitas Bali dengan NTT khususnya menjadi lancar," kata  Asisten II Bidang Administrasi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Provinsi Bali, I Ketut Wija dijumpai Republika di Tabanan, Senin (24/11).

Harga barang dan logistik dikedua provinsi bisa naik karena distribusi yang tidak lancar. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Bali, Panusunan Siregar mengatakan ketika distribusi barang tidak lancar, maka harga akan bergejolak.

"Komoditi utama pemicu inflasi adalah barang yang dikonsumsi masyarakat. Jika ini bergejolak, maka dampaknya langsung ke masyarakat," ujarnya kepada Republika.

Panusunan mencontohkan, distribusi yang tidak lancar membuat harga cabai di Bali setelah kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi melonjak mencapai Rp 80 ribu per kilogram (kg) dari harga normal di kisaran Rp 15-20 ribu per kg.

Cabai merah dan bawang merupakan komoditas dengan konsumsi tinggi di Bali yang juga didatangkan dari Pulau Jawa.

Kepala Biro Ekonomi Provinsi NTT, Jelamu Ardu Marius berharap pemerintah pusat bisa menyalurkan sebagian dana pengalihan subsidi BBM untuk membangun dan mengembangkan lebih banyak pelabuhan laut di NTT. Sebab, NTT adalah provinsi yang sangat bergantung pada transportasi laut dan udara.

"NTT sangat kekurangan beras. Kami mendatangkannya dari Bima (Nusa Tenggara Barat), Sulawesi Tenggara dan Surabaya (Jawa Timur). Pemerintah daerah harus menjaga stabilitas harga dengan berbagai cara. Tol laut ini harapan kami," katanya.

Pembangunan dari pusat ke NTT, kata Marius, perlu digerakkan pasalnya NTT berada di perbatasan Timor Leste dan Australia. Sayangnya, sejak 1970-an NTT selalu berada di luar otonomi khusus.

Marius mengaku sudah mengajukan ke pusat tentang permohonan NTT diberlakukan otonomi khusus, namun usulan tersebut tak kunjung digubris.

Untuk memperpendek disparitas, kata Marius, kue pembangunan harus merata, mengingat NTT berada di perbatasan. Dia mengharapkan kemauan politik dari pemerintah pusat untuk menangkap usulan-usulan pemerintah daerah.

"Kami berharap ada kemauan khusus sesuai kemampuan ekonomi daerah. Jangan sampai seperti kasus di Kalimantan, beberapa desa mau bergabung dengan Malaysia karena faktor ekonomi dan jarak yang mahal" ujar Marius.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) NTT saat ini, Jaya Marius mencapai Rp 800 miliar dengan APBD yang hanya Rp 2,3 triliun setahun. PAD terbesar masih berasal dari pajak kendaraan bermotor, sedangkan sektor pariwisata masih kecil.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement