Selasa 25 Nov 2014 12:53 WIB

Peneliti: Tes Keperawanan Bentuk Kekerasan Budaya pada Perempuan

Red: Indah Wulandari
 Sejumlah anggota Polwan satuan Dalmas Polda Banten beraksi saat simulasi pengamanan Pemilu 2014, di Alun-alun Serang, Banten, Sabtu (8/3).
Foto: Antara
Sejumlah anggota Polwan satuan Dalmas Polda Banten beraksi saat simulasi pengamanan Pemilu 2014, di Alun-alun Serang, Banten, Sabtu (8/3).

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA—Tepat di peringatan Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, praktek tes keperawanan pada calon polisi wanita (polwan) disoroti sebagai bentuk kekerasan budaya yang merendahkan kaum perempuan.

“Praktek kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan juga tersistematis melalui berbagai bentuk peraturan, dan kebijakan. Sebagai contoh, tes keperawanan yang harus dijalani oleh seorang calon polwan,”papar peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada Dr. Dewi Haryani Susilastuti, Selasa (25/11). 

Dewi mengatakan, praktek tes keperawanan meski secara formal syarat tersebut telah dihapuskan sejak era reformasi. Terlepas bukan menjadi penilaian utama yang menentukan, ujarnya, tes keperawanan secara fisik telah menimbulkan trauma. 

“Ini sesuatu yang sangat ironis. Saat sebuah institusi yang salah satu mandatnya adalah memberikan perlindungan terhadap perempuan, tapi justru melakukan praktik yang represif terhadap perempuan,”paparnya.