REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG-- Pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Johanes Tuba Helan menilai, wacana sejumlah anggota DPR mengajukan hak interpelasi terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebagai langkah mencari popularitas.
"DPR hanya ingin mencari popularitas di mata rakyat, karena DPR mulai sadar bahwa rakyat sudah tidak percaya lagi, akibat perilaku yang mereka pertontonkan selama beberapa bulan terakhir ini," kata Johanes Tuba Helan di Kupang, Selasa, terkait wacana interpelasi.
Sejumlah anggota DPR telah menandatangani pengajuan usul hak interpelasi kepada Presiden Joko Widodo, terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Semua anggota itu berasal dari Koalisi Merah Putih.
Penggunaan hak interpelasi itu untuk mempertanyakan kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro rakyat tersebut. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, disebutkan bahwa DPR dapat menggunakan hak bertanya kepada pejabat negara ataupun pemerintah dengan syarat telah diusulkan oleh minimal 25 orang anggota DPR dari dua fraksi.
Johanes Tuba Helan menambahkan, kebanyakan rakyat tidak lagi mempersoalkan kebijakan pemerintahan Jokowi-JK menaikkan harga BBM. Karena itu, dia yakin, apa pun yang dilakukan DPR, termasuk mengusulkan hak interpelasi, rakyat sudak tidak percaya apalagi mendukung.
"Memang ada dampak dari kebijakan penaikan harga BBM, tetapi pemerintah sudah melakukan antisipasi dan bisa teratasi," kata mantan Kepala Ombudsman Perwakilan NTT-Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.