REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR, Mahfuz Siddiq mengkritik perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menenggelamkan lima kapal asing illegal di Pulau Natuna.
Menurut Mahfuz perintah Jokowi tidak lebih dari sekadar gagah-gagahan tanpa persiapan. "Ya gagah-gagahan saja," kata Mahfuz kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (25/11).
Indonesia belum memiliki kontrol kuat dalam mengamankan wilayah laut. Jangan sampai tindakan tegas yang diambil pemerintah justru malah menjadi boomerang persoalan.
Pemerintah sebaiknya memperkuat dahulu kekuatan pertahanan dan pengawasan di kawasan laut. "Jangan sampai kapal Tiongkok kita tenggelamkan, Tiongkok marah kita bingung," ujarnya.
Mahfuz mengatakan Undang-Undang Keamanan Kelautan mengamanatkan pembentukan Badan Keamanan Laut (Bakamla). Badan ini nantinya bertugas menindak berbagai pelanggaran hukum di wilayah laut Indonesia.
Namun dalam UU Keamanan Kelautan tidak disebut kewenangan Bakamla menenggalamkan kapal asing yang masuk secara ilegal ke perairan Indonesia. "Bakama itu institusi yang dibentuk untuk pengamanan laut dari pencurian ikan dan penyelundupan," kata Mahfuz.
Mahfuz juga mengkritik konsep negara maritim yang diusung Jokowi. Menurutnya banyak orang belum tahu apa konsep negara maritim yang dimaksud Jokowi.
Dia meminta Jokowi menjelaskan lebih dahulu konsep maritim yang dimaksud. "Apa konsep negara maritim, poros maritim, atau tol laut. Ini masih belum jelas," ujar Wakil Sekretaris Jendral DPP PKS ini.
Alih-alih menyajikan konsep maritim yang jelas, Mahfuz malah menilai Jokowi banyak mengeluarkan kebijakan yang memundurkan pelaku ekonomi maritim.
Dia mencontohkan kebijakan Jokowi menaikan harga solar sebesar Rp 2000 membuat para nelayan susah melaut. "Mereka nggak mampu beli solar dan gak mampu melayar tapi menteri menargetkan peningkatan tangkapan ikan," sesal Mahfuz.