REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebakaran hutan dan lahan seolah sudah menjadi bencana abadi di Provinsi Riau. Namun, meski sudah terjadi selama 17 tahun, belum ada solusi kongkret yang dapat menyelesaikan bencana tersebut.
Direktur Pusat Studi Bencana Universitas Riau Haris Gunawan mengatakan, tumpang tindih aturan penggunaan lahan menjadi salah satu pemicu terjadinya kebakaran hutan. Dia menjelaskan, tak ada aturan yang satu mengenai penggunaan lahan di Indonesia, mana yang harus diperuntukkan bagi hutan desa, hutan produksi, atau perkebunan.
Akibat hal itu, banyak pihak yang memanfaatkan lahan tak sesuai fungsi seharusnya. Hutan-hutan banyak ditebang dan bahkan dibakar dengan tujuan pembukaan kebun-kebun kelapa sawit.
Haris, yang pernah mengenyam studi di Universitas Gadjah Mada ini kemudian menunjukkan pada Republika bukti hutan yang telah dibakar di Desa Dayun, Kabupaten Siak, Riau. Di lokasi yang disebut Beruk, terdapat sebuah lahan bekas hutan dengan batang-batang pohon yang tak lagi utuh. Semuanya telah menghitam akibat dibakar.
"Beberapa pohon sudah ditebang dulu sebelum dibakar," ujar Haris sambil menunjukkan sebuah pohon yang tinggal bagian akarnya saja.
Di antara batang hitam sisa-sisa kebakaran, terdapat pohon-pohon kelapa sawit setinggi 70 centimeter. Menurut Haris, itulah bukti bahwa hutan telah dibakar, bukan terbakar. "Setelah dibakar langsung ditanami," ucap dia.
Persis di sebelah lahan tersebut, terdapat sebuah kanal air. Haris menjelaskan, kanal sengaja dibuat oleh pihak tertentu untuk mengurangi kadar air dalam tanah gambut. Sebab, kelapa sawit tidak bisa hidup di tanah yang mengandung banyak air. Selanjutnya, air rembesan tanah gambut dialirkan dari kanal menuju sungai.