REPUBLIKA.CO.ID, SRAGEN-- Ritual Seks di Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah mengemuka di dunia internasional dari hasil liputan wartawan asing, Patrick Abboud yang ditayangkan di televisi Australia, SBS.
Untuk mengantisipasi penyimpangan ritual di Gunung Kemukus, Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Sragen telah melakukan razia gabungan bersama Satpol PP dan kepolisian untuk memberantas praktik ritual tersebut.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Sragen, Wangsit Sukono, mengatakan, selain razia, pihaknya juga mengadakan pendekatan kepada pengunjung supaya memahami mitos dengan benar. Dan, tidak melakukan ritual yang menyimpang.
''Pembinaan kepada penjaja seks komesial (PKS) juga dilakukan, yakni dengan menawarkan solusi beralih pekerjaan dan memberikan bekal keterampilan,'' kata Wangsit.
Penanggung-jawab Obyek Wisata Gunung Kemukus, Marcelo Suparno, menjelaskan, mitos tentang makam Gunung Kemukus memang kerap disalahpahami oleh beberapa pengunjung. Upaya untuk meluruskan pemahaman kepada pengunjung juga kerap dilakukan.
Seperti diketahui, tepisan mitos ini setelah terbit berita Daily Mail. Isinya, mengungkap gunung di Indonesia yang kerap dijadikan tempat ritual seks oleh peziarah demi mendapatkan keberuntungan. Salah satu gunung tersebut, Gunung Kemukus dan ia sebut dengan "Gunung Seks".
Patrick Abboud dari program Dateline SBS Australia mengungkapkan tiap 35 hari, seseorang harus berhubungan seks selama tujuh kali agar ritual itu berhasil. Dia menggambarkan, ritual itu sebagai kejadian yang luar biasa. Ia menunjukkan foto-foto orang sebelum melakukan ritual seks.
Kini, puncak gunung itu dijadikan tempat 'suci' bagi mereka yang ingin mendapatkan kemakmuran dan kemajuan hidup. Mereka yang melakukan ritual seks mulai dari pria beristri, ibu rumah tangga, pejabat, hingga pekerja seks komersial (PSK). Bahkan, lokasi itu kerap dijadikan tempat prostitusi.
Tempat itu, kini begitu populer. Sehingga menarik wisatawan lokal. Ironisnya, pemerintah setempat menarik pungutan kepada mereka yang memasuki kawasan tersebut. Selain bertolak belakang dengan ajaran agama, aktivitas tersebut juga rawan penyebaran penyakit kelamin.