REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengajak seluruh pihak terkait untuk memikirkan masa depan pemain PSIS Semarang, seiring sanksi yang diberikan Komisi Disiplin PSSI. "Kalau toh nanti keputusan (sanksi, red.) tidak bisa diubah, yang paling penting terus nasib pemain ini (PSIS) siapa yang mikir? Ayo kita pikir bareng-bareng," katanya di Semarang, Rabu malam.
Hendi, sapaan akrab Hendrar Prihadi mengakui beratnya sanksi yang diberikan Komdis PSSI terhadap PSIS, terutama sampai ada sanksi larangan bermain sepak bola seumur hidup yang dijatuhkan pada pemain. "Daripada mendiskusikan hal-hal yang sudah lewat, yang paling penting 'pie saiki carane, pie sing' (bagaimana sekarang) dihukum seumur hidup kalau tidak ada keputusan yang lebih baik," tukasnya.
Pemain yang terkena sanksi bermain dan beraktivitas sepak bola seumur hidup, kata dia, tentunya perlu dipikirkan kelangsungkan masa depannya, misalnya diberi pekerjaan untuk menopang hidup. "Mereka ini 'diurusine model piye?' (diurusi model bagaimana?), dikasih pekerjaan model apa, supaya mereka bisa hidup. Kalau 'ndak' bisa, ya, percuma kita mendiskusikan hal-hal ini," katanya.
Menurut dia, persoalan yang penting untuk dipikirkan adalah kelangsungan para pemain PSIS yang terkena sanksi seumur hidup ke depannya, termasuk pada pemain-pemain lain yang mungkin hanya korban.
"Jangan sampai, saya berharap tidak ada korban dari peristiwa ini. Maksudnya korban, adalah para pemain yang mestinya mereka tidak mempunyai beban kesalahan, tetapi harus menjadi korban," pungkas Hendi.
Sementara itu, Chief Executive Officer (CEO) PT Mahesa Jenar Semarang selaku pengelola PSIS Semarang, Yoyok Sukawi, mengakui, hukuman yang diberikan Komdis PSSI kepada para pemain PSIS memang sangat berat.
"Ketika didiskualifikasi oleh Komdis PSSI, kami menerima, kami legawa. Ternyata, hukumannya belum cukup, yakni ditambah larangan bermain kepada sejumlah pemain, pelatih, dan sebagainya," tukasnya.
Bahkan, kata dia, masih ada ancaman hukuman yang bisa memperberat langkah PSIS, yakni degradasi dari Divisi Utama jika sampai ditemukan keterlibatan pihak luar dalam dugaan "match fixing" (pengaturan skor).
Ia menyatakan keberaniannya disumpah dengan cara apapun bahwa tidak pernah memerintahkan untuk melakukan gol bunuh diri, apalagi sampai melakukan "match fixing" dalam pertandingan PSIS dan PSS Sleman.
"Itu spontanitas melihat kondisi yang tidak kondusif di lapangan. Namun, yang jelas, saya siap bertanggung jawab. Saya siap dihukum oleh Komdis PSSI. Jangan hukum para pemain PSIS," pungkasnya.