REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maraknya peredaran obat palsu, termasuk di internet membuat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengimbau masyarakat agar mewaspadainya.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia, Tjandra Yoga Aditama mengatakan, pada dasarnya ada dua jenis obat. Pertama, obat yang hanya bisa dengan resep dokter. Tipe kedua, obat bebas yang bisa dibeli tanpa resep dokter.
"Untuk obat dengan resep maka harus dibeli di apotik saja dan apotik hanya menjual obat yang legal dan terdaftar," ujarnya kepada Republika, di Jakarta, Kamis (27/11).
Namun bagaimanapun ia mengakui, masalah obat palsu (counterfeit) ini jadi perhatian penting dunia karena memiliki tiga dampak.
"Pertama, tidak ada khasiatnya, pasiennya tidak sembuh. Kedua, memberi dampak berbahaya dan dampak terakhir aspek ekonomis politis," katanya.
Karena itu, isu obat palsu ini hampir selalu jadi agenda pada pertemuan kesehatan tahunan dunia (World Health Assembly/ WHA).
Agar terhindar dari obat palsu, pihaknya mengimbau supaya masyarakat jangan membeli resep di luar apotik. Selain itu, obat resep jangan diteruskan beli sendiri.
Karena walaupun sesudah makan resep pertama terasa enak membaik, tetapi belum tentu kalau ada keluhan yang sama di waktu mendatang maka obatnya belum tentu obat resepnya sama dengan yang sebelumnya.
"Sementara untuk obat bebas, maka memang bisa saja dibeli di toko obat, atau toko-toko umum dan juga apotik. Tetapi masyarakat harus hati-hati dengan pembelian obat bebas ini, hanya beli yang jelas terdaftar dan atau dari penjual yang jelas/ resmi," ujarnya.
Sesuai ketentuan maka obat yang dijual (resep atau bebas) harus mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Pihak BPOM juga melakukan pengawasan seperti izin, monitoring, laboratorium dan secara berkala mengadakan razia untuk kemungkinan menemukan obat palsu dan daftar obat palsu dapat dilihat di website BPOM.