REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis politik Universitas Diponegoro Semarang Budi Setiyono menilai akhir drama Partai Golkar yang saat ini tengah berdinamika sulit tertebak karena partai itu relatif cair.
"Golkar adalah partai yang cukup cair. Dalam artian, konstelasi kubu-kubu di tubuh Golkar tidak menampakkan suatu kelompok elite yang dominan. Berbeda dengan parpol lain," katanya di Semarang, Jumat (28/11).
Budi yang juga penasihat politik tokoh oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi itu mencontohkan parpol di Indonesia biasanya menampakkan suatu kubu yang dominan dengan satu tokoh yang menjadi sentralnya.
Ia mencontohkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan mendiang K.H Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai tokoh sentral, Partai Amanat Nasional (PAN) dengan Amien Rais, demikian pula parpol-parpol lain.
"Namun, Golkar nampaknya parpol yang cukup egaliter. Kekuatan kubu-kubu yang saling berkonstelasi di tubuh Partai Golkar sekarang ini kan terlihat sangat berimbang," kata pengajar FISIP Undip tersebut.
Meski menjadikan akhir drama yang sedang terjadi di Golkar sulit tertebak, kata dia, secara jujur harus diakui bahwa konstelasi yang terjadi di Golkar jauh lebih demokratis ketimbang parpol-parpol lain.
"Sebenarnya, dinamika yang terjadi di tubuh Golkar bisa dijadikan sebagai 'role model' (panutan) bagi parpol-parpol lain. Dalam melakukan pengelolaan sebagai organisasi parpol modern," tukasnya.
Yang perlu dicermati dalam menyikapi dinamika di tubuh Partai Golkar, ia mengatakan para petinggi dan pengurus Partai Golkar harus mendasarkan pengelolaan organisasi layaknya parpol modern.
"Dalam pengelolaan organisasi parpol modern, semuanya harus mengacu 'rule of law'. Aturan-aturan yang sudah ada harus dilaksanakan dan ditaati mereka sendiri. Boleh atau tidak dilakukan," katanya.
Jangan kemudian, kata dia, mereka justru saling mencari celah untuk mengangkangi aturan-aturan internal yang sudah mereka buat dan sepakati sendiri sehingga membuat suasana menjadi kisruh.
"Mereka harus mampu menegakkan hukum internal. Kalau mereka tidak bisa menegakkan hukum internal yang sudah disepakati, ya, repot. Tentunya, kalangan elite yang harus punya kesadaran," pungkas Budi.