REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan (Kontras) menilai keputusan Menteri Hukum dan HAM, Yasona Laoly memberikan pembebasan bersyarat untuk Pollycarpus, akan mempersulit penuntasan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir.
"Kalau Pollycarpus selaku pelaku lapangannya dibebaskan, bagaimana akan dikembangkan ke aktor intelektual atau orang-orang yang turut bersama-sama menghabisi Munir," kata Deputy Strategy and Mobilization Department Kontras, Chrisbiantoro, Ahad (30/11).
Chris mengatakan, pengeluaran SK Menkumham tersebut terkesan buru-buru dan menyampingkan pertimbangan-pertimbangan materiil dan masa depan penuntasan kasus tersebut.
"Bebasnya Pollycarpus tersebut makin menutup kemungkinan penuntasan kasus Munir," ujarnya.
Sementara itu, Staf Pembelaan Advokasi Hak Sipil Politik Kontras Alex Argo Hermowo mengatakan, pembebasan bersyarat yang diberikan seolah membuyarkan harapan akan penuntasan kasus HAM tersebut.
"Padahal Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly berjanji untuk menyelesaikan masalah HAM. Di awal pemerintahannya, Jokowi gagal dalam masalah HAM," kata Alex.
Alex pun mengatakan, pembebasan bersyarat tersebut sangat kental dengan nuansa politik. "Kasus ini terjadi saat PDIP berkuasa (Megawati menjadi Presiden). Sekarang juga saat PDIP kembali berkuasa. Korelasi itu seperti muncul," ujarnya.
"Hendropriyono mantan kepala BIN yang pernah disebut mengaku terlibat dalam pembunuhan Munir. Ini harusnya ditindaklanjuti secara cepat," katanya menambahkan.