REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada harga ada rupa. Filosofi itu berlaku ketika kita akan membeli barang, termasuk batu akik yang saat ini sedang menjadi tren di hampir segala usia dan tingkat sosial.
Bagi pencinta, penggemar, bahkan kolektor, pasti sudah tidak asing lagi dengan Jakarta Gems Centre (JGC) di Pasar Rawa Bening, Jatinegara, Jakarta Timur. Pasar itu bisa disebut sebagai surganya batu bagi para pencintanya. Berlokasi tepat di seberang Stasiun Kereta Api Jatinegara, JGC menawarkan ratusan batu akik berwarna-warni dengan harga dan kualitas berbeda-beda. Semakin bagus kualitas dan langkanya batu, semakin melambung pula harganya.
Pada Kamis (20/11) petang, ROL mencoba menjelajahi JGC. Saat itu puluhan pedagang dan pembeli yang saling tawar-menawar menghasilkan suara yang riuh rendah di sana. Batu-batu yang sudah dipoles para pedagang kemudian dijadikan kerajinan seperti cincin, gelang, hingga kalung.
Lukman (33 tahun), pedagang di JGC, mengatakan, naik daunnya batu alam tidak terlepas dari berbagai anggapan di masyarakat. Menurutnya, tidak sedikit orang yang menganggap batu sebagai pembawa berkah dan keberuntungan. Tetapi, di luar itu banyak pula orang yang mengoleksi batu karena kecintaannya pada bentuk dan warna.
Saat ditemui ROL di kios miliknya, Lukman menjelaskan batu alam paling mahal bisa mencapai Rp 20 juta. "Batu ruby atau blue saphire sekitar Rp 10 juta dan batu jamrut rusia mencapai Rp 20 juta. Itu batu paling mahal," kata Lukman.
Menurutnya, harga ruby dan jamrut rusia yang selangit karena bentuk dan warnanya yang beragam. "Umumnya pemakai batu ini kalangan atas," kata pria yang sudah berjualan batu alam selama lima tahun ini.
Dijelaskan Lukman, harga batu alam ditentukan jenis, corak, sinar keindahan, dan keunikannya. Kelangkaan batu juga turut menentukan harga.
"Meskipun nilai jual kembalinya tidak terlalu menguntungkan, pembeli tidak peduli hal tersebut. Dengan senang hati mereka mengeluarkan uang yang besar untuk memiliki perhiasan bertahta batu permata itu," kata Lukman.
Ketika ditanya jenis batu yang menjadi primadona pembeli, Lukman tak ragu menyebut, "Bacan. Batu ini harganya terjangkau serta memiliki warna dan corak yang indah," kata dia.
Saban hari Lukman mengaku datang dan bersiap-siap di tokonya pada pukul 08.00 WIB. Para pengunjung mulai memadati pasar sekitar pukul 09.00 WIB. Menurut Lukman, pasar tersebut tak pernah sepi pembeli. Keunikan jenis dan warna batu yang menjadi daya tarik JGC selalu dipadati pembeli. "Ada sekitar 350 pedagang batu di sini," kata pria asal Padang, Sumatra Barat, itu.
Lukman merupakan satu dari 200 pedagang berskala kecil yang menempati kios-kios kecil di lantai satu JGC. Sementara, 150 pedagang berskala besar menempati pertokoaan di lantai atasnya.
"Semua jenis batu untuk perhiasan di jual di sini, namun ada kelas-kelasnya. Kalau di lapak jauh lebih murah harga batunya, pembelinya pun berbeda biasanya membeli batu untuk cincin. Murah namun terlihat indah," Ujar Lukman.
Ia menuturkan, harga sewa di pertokoaan bisa mencapai jutaan rupiah. "Sasaran pembelinya pun berbeda. Batu-batuan di JGC ini beragam harganya. Paling murah batu yang dijual berkisar Rp 5.000 dan yang paling mahal hingga puluhan juta rupiah," ucap dia.
Salah satu pembeli batu, Cece (31), mengaku mendapat kepuasan ketika plesiran ke JGC. Sebab, ia bisa memilih dan mendapatkan model cincin yang diinginkannya. "Saya memang suka beli di sini. Saya suka mengoleksi batu sungai dareh, bacan, dan blue saphire, batu itu memiliki warna dan corak menarik bagi saya," katanya.