REPUBLIKA.CO.ID, MADRID--Kematian pendukung Deportivo La Coruna dalam bentrok antarkelompok suporter radikal di kota Madrid memantik reaksi keras. Media massa Spanyol mendorong langkah tegas untuk memerangi fan yang lebih dikenal dengan julukan ultras itu
Francisco Javier Romero Taboada, 43 tahun, harus ditarik keluar dari Sungai Manzanares yang dingin di dekat Stadion Vicente Calderon. Ia menderita serangan jantung, hipotermia dan luka pada bagian kepala. Keinginannya untuk menyaksikan laga Depor kontra Atletico Madrid gagal terwujud. Ia meninggal di rumah sakit saat laga tengah berlangsung.
Polisi menyebut kelompok Riazor Blues (Deportivo), Frente Atletico, Bukaneros (Rayo) dan Alkor Hooligans (Alcorcon) terlibat bentrok yang menyebabkan kematian Francisco.
Ultras, yang biasanya memiliki pandangan politik sayap kanan ekstrim, telah lama menjadi bagian dari sepak bola Spanyol. Sejumlah klub papan atas memperlakukan mereka dengan berbagai tingkat toleransi.
Barcelona dan Real Madrid telah melarang ultras mereka, yang disebut 'Boixos Nois' dan 'Ultras Sur'. Tapi Atletico masih mengizinkan anggota Frente Atletico masuk ke Stadion Calderon.
"Sepakbola ingin melihat ke arah lain untuk waktu yang lama. Sekarang kita dihadapkan dengan kanker ultras," tulis Jose Samano di harian El Pais, Senin (1/12) seperti dikutip Reuters.
"Kekerasan mereka tidak memiliki akar di sepakbola. Tetapi di sepak bola mereka telah menemukan tempat perlindungan dan persetujuan," lanjutnya.
Harian olahraga Marca mencatat tragedi hari Ahad (30/11) kemarin bukanlah kematian pertama terkait dengan ultras Atletico. Pada 1998, penggemar Real Sociedad meninggal setelah ia diserang di dekat Calderon dan anggota Frente Atletico dijatuhi hukuman 17 tahun penjara.
"Sepak bola Spanyol harus mengusir biadab ini sebelum terlambat," tulis Marca dalam editorial mereka, Senin.