REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) dan Paguyuban Cipinang Baru Bundar meminta Ombudsman untuk memeriksa maladministalrasi pada sertifikat tanah milik Polri di Jalan Cipinang Baru Bunder, RT 011 RW 006, Cipinang, Pulogadung, Jaktim.
Enam keluarga putra putri Pati Polri angkatan pertama, yaitu angkatan 45, yang tinggal di atas tanah tersebut tergabung dalam Paguyuban Cipinang Baru Bundar.
Kepala Divisi Advokasi Ekonomi Sosial Kontras Syamsul Munir mengatakan, maladministrasi terjadi pada nomor registrasi sertifikat yang berbeda. Sertifikat yang dimaksud adalah sertifikat atas nama Polri Nomor 01141/Cipinang tahun 2004 dan Nomor 01141/Cipinang tahun 2007.
"Kami juga meminta Kanwil BPN Jaktim untuk membatalkan sertifikat tersebut sebagai cacat hukum karena sertifikat tahun 2007 bodong, dicek nggak ada," kata Syamsul, di Jakarta, Senin (1/12).
Syamsul pun mempertanyakan pembuatan sertifikat tersebut. Sebab, enam keluarga yang tinggal di tanah tersebut memiliki girik leter C.
"Bagaimana bisa membuat sertifikat di atas tanah yang memiliki girik. BPN (Badan Pertanahan Nasional) kalau mau mengeluarkan sertifikat kan harus melihat dulu tanah tersebut bagaimana," ujarnya.
Menurut Syamsul, sebetulnya, keluarga-keluarga tersebut hendak membuat sertifikat sejak dulu. Namun, Polri melalui Nota Dinas No Pol: B/ND-/65/IV/1999/Slog memerintahkan pemblokiran pada Kantor BPN Jakarta Timur, sehingga mereka tidak bisa membuat sertifikat.
"Bukannya menuntaskan kasus maladministrasi, Kanwil BPN Jaktim malah memoderasi dengan berbicara kompensasi," kata Syamsul.
Paguyuban Cipinang Baru Bundar kecewa karena tanah tersebut dibeli dan dibangun oleh orang tua mereka dengan biaya sendiri.
Nyaris menempati tanah selama 50 tahun, keenam keluarga tersebut terancam perintah pengosongan dari Polri. Alasannya, Polri berniat membangun Gedung Pusat Kedokteran Forensik Polri/DVI (Disaster Victim Identification) dengan sumber bantuan atau pinjaman dari Australia di lokasi tersebut.
"Namun, setelah kami konfirmasi ke pihak Australia melalui First Secretary Department of Foreign Affair and Trade, mereka menyatakan bahwa program tersebut tidak ada," kata Ketua Paguyuban Barry Simorangkir, putra dari Purn Komisaris Besar Binsar P Simorangkir.
"Pernah ditanya ke Polri tentang hasil konfirmasi itu, tapi kata Polri tanya Bappenas. Ketika di tanya ke Bapennas, mereka bilang tidak ada dana untuk membangun, mungkin ada dana perawatan karena di sana sudah ada DVI," katanya lagi.