REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Sutarman mengatakan, ada beberapa persoalan yang dihadapi Polisi Perairan (Polair), salah satunya adalah persoalan yurisdiksi. Persoalan tersebut mencakup keterbatasan wilayah hukum Polri di perairan Indonesia.
"12 mil laut itu yurisdiksi Polri berada sampai di situ. Setelah itu ada zona ekonomi ekslusif dan landas kontinen 200 mil itu wilayah TNI Angkatan Laut dan KPLP," kata Sutarman di Ditpol Air Barhakam Polri, Tanjung Priok, Senin (1/12).
Sutarman mengatakan, pembagian wilayah hukum maupun wilayah perbatasan tersebut, membuat diperlukannya sinkronisasi antara aparatur penegak hukum dalam penangan pelanggaran hukum.
Selain masalah yurisdiksi, Polair juga mengalami kendala dalam hal pendanaan. Saat ini, Polair memiliki 1.005 kapal dari berbagai tipe, termasuk tipe kecil seperti perahu karet. Namun, dari semuanya, hanya 678 kapal yang dapat digunakan.
"Terkait dengan bahan bakar, kalau kita normal setiap kapal beroperasi 12 jam satu hari dalam satu tahun, kita membutuhkan anggaran sampai Rp 2,5 triliun, khusus bahan bakarnya aja," ujarnya.
Ke depannya, lanjut Sutarman, Polri akan memposisikan struktur dan postur anggaran sedemikian rupa sehingga institusi tersebut mampu mendukung program pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
"Kami bersama kementrian keuangan dan kementrian perencanaan pembangunan bersama DPR merumuskan anggaran ini sehingga kita bisa menopang dan mendukung seluruh kbijakan yang dicanangkan presiden," kata Sutarman.