REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan enam titik permasalahan dana optimalisasi yang berpotensi dikorupsi.
Kesimpulan tersebut berdasarkan kajian yang dilakukan lembaga antikorupsi itu tentang penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, enam permasalahan itu antara lain, pengalokasian dana optimalisasi tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Ia mendasarkan hal itu dari hasil review Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyebutkan 15 kementerian atau lembaga yang menerima tambahan belanja tidak mengalokasikan dananya pada program kegiatan atau rincian kegiatan sesuai kriteria yang ditetapkan sebelumnya dengan nilai sebesar Rp 4,4 triliun.
"Kedua adalah besaran usulan DPR terkait tambahan belanja tidak sesuai ketentuan undang-undang," kata Busyro, Senin (1/12).
Berdasarkan penjelasan Pasal 15 ayat 3 UU Nomor 17 Tahun 2013 disebutkan bahwa perubahan RUU APBN dapat diusulkan DPR sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit.
Tetapi, kata dia, pada pelaksanaannya terjadi peningkatan defisit dari Rp 154,2 triliun di RAPBN 2014 menjadi Rp 175,35 triliun pada UU APBN 2014.
Ia pun menyoroti, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) hasil pembahasan dengan DPR tidak ditetapkan kembali. Hal ini membuka ruang RKP tersebut untuk terus berubah sampai penetapan APBN dan menyebabkan ambiguitas RKP yang dijadikan acuan dalam evaluasi serta memberikan hasil yang bias.
Mantan ketua Komisi Yudisial ini melanjutkan, proses penelaahan dana optimalisasi nyatanya belum optimal. Serta mekanisme dan kriteria pembagian alokasi besaran dana optimalisasi pada masing-masing kementerian dan lembaga yang tidak transparan.
"Sehingga kementerian dan lembaga tidak mengetahui alasan mendapatkan besaran tertentu dalam alokasi tambahan belanja dan tidak siap dalam menjalankan program atau kegiatan," ujarnya.
Yang terakhir, kata Busyro, adalah tidak adanya peraturan tentang kriteria pemanfaatan dana optimalisasi. Hal ini dapat membuka peluang bagi oknum untuk menambah atau mengubah atau menghilangkan poin-poin kriteria agar mengakomodasi kepentingan pihak tertentu.