REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) menyatakan sebuah perkawinan harus dilaksanakan oleh dua orang yang sudah masuk kriteria dewasa menurut susastra Hindu.
"Kriteria dewasa yang ditetapkan dalam agama Hindu bukanlah sebatas ditunjukkan melalui ciri fisik, melainkan juga mental dalam artian telah memiliki kestabilan jiwa, " kata anggota Sabha Walaka (Dewan Pakar) PHDI I Nengah Dana saat memberi keterangan sebagai Pihak Terkait dalam sidang pengujian UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa (2/12).
Dia mengungkapkan kestabilan jiwa ini muncul tatkala manusia berusia 16 tahun, tetapi seorang perempuan baru bisa kawin setelah dia memasuki usia layak, sesuai ketentuan dalam kitab Manu Smerti. "Usia yang layak untuk kawin bagi wanita adalah 18 tahun. Apabila ayahnya diharapkan untuk menunggu tiga tahun lagi maka ini berarti bahwa putrinya baru dikawinkan pada umur 21 tahun," kata Dana.
Dia menyatakan ketentuan batas usia kawin bagi perempuan dalam UU Perkawinan sendiri ternyata mengandung ketidaksesuaian. Dana juga menilai ketentuan pada Pasal 7 ayat (1) berbeda dengan definisi anak yang tertuang dalam Pasal 47 UU Perkawinan.
"Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam pasal 47 UU Nomor 1 Tahun 1974 tersebut dapat dimaknai bahwa seseorang dianggap anak adalah mereka yang belum mencapai usia 18 tahun atau belum kawin," katanya, Untuk itu, pihaknya berpendapat ketentuan usia nikah bagi wanita dalam UU Perkawinan sebaiknya diubah dari 16 tahun menjadi 18 tahun. Ini sesuai dengan syarat dewasa dalam agama Hindu.
"frasa 16 (enam belas) tahun sudah selayaknya dilakukan perubahan menjadi 18 (delapan belas) tahun bagi calon pengantin wanita," kata Dana.