Selasa 02 Dec 2014 17:40 WIB

Ini Kebijakan Menteri Susi yang Buat Pengusaha Tuna Menjerit

Rep: C85/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ikan tuna beku untuk komoditi ekspor
Foto: ANTARA
Ikan tuna beku untuk komoditi ekspor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tentang pelarangan transhipment atau bongkar muat di tengah laut, membuat para pengusaha tuna nasional menjerit. Meski maksud Menteri Susi adalah untuk menghambat laju operasi para pencuri ikan, namun para pelaku bisnis perikanan dalam negeri yang secara sah memiliki izin, juga terkena dampaknya.

Pasalnya, mereka juga melakukan praktik transhipment demi menghemat biaya bahan bakar. Tindakan bongkar muat di tengah laut, mereka lakukan untuk menghemat 40 persen biaya operasional terkait bahan bakar.

Wakil Ketua Asosiasi Tuna Indonesia, (Astuin), Eddy Yuwono menegaskan, tindakan bongkar muat kapal di tengah laut mereka lakukan bukan untuk menyelundupkan kapal ke luar negeri. "Sebagai pengusaha kami kan butuh siasat agar cost operasionalnya lebih murah. Jadi harusnya dibedakan, transhipment yang dilarang adalah bongkar muat untuk kemudian dibawa ke luar. Lha kami itu transhpiment tapi terus dibawa ke Jakarta," ujarnya kepada awak media, Selasa (2/12).

Untuk itu, Eddy memberikan saran agar pemerintah memperketat pengawasan, bukan lantas melarang semua bentuk bongkar muat. "Padahal solusinya kan ada VMS (alat pendeteksi kapal). Itu trackingnya kan bisa dilihat, ini kapal ngumpul dengan ini. Baliknya ke mana. Sanksinya cabut saja ijinnya. Gampang sekali kok," lanjutnya.

Dengan kebijakan larangan transhipment di tengah laut, menurut Eddy, maka pengusaha tuna akan mengeluarkan biaya operasional dua kali lipat untuk bahan bakar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement