REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Aisiyah Siti Noordjanah Djohantini menilai batasan usia menikah harus direvisi untuk kepentingan masa depan generasi penerus bangsa. Sebab, menikah harus berada di usia ideal untuk membangun keluarga yang baik dengan pertimbangan kematangan psikologis dan emosional.
"Dampak menikah di usia dini sangat kompleks, mereka memiliki tanggung jawab setelah menikah," kata Djohantini kepada ROL, Selasa (2/12).
Djohantini menambahkan, semakin mereka dewasa semakin baik lebih dalam membina rumah tangga. Selain itu, mereka juga harus memiliki pendidikan yang cukup untuk mendidik anak mereka kelak. "Kita harus memperhatikan masa depan mereka kelak, idealnya menikah diatas umur 20 akan lebih baik," ujar Djohantini.
Sebelumnya, terdapat pengajuan untuk pengujian UU Perkawinan yang mengatur batas usia nikah perempuan. Pengajuan itu oleh Indri Oktaviani, F.R. Yohana Tatntiana W., Dini Anitasari, Sa'baniah, Hidayatut Thoyyibah, Ramadhaniati, dan Yayasan Pemantau Hak Anak (YPHA). Mereka mengajukan uji materi Pasal 7 Ayat (1) yang berbunyi "Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun."
Pasal 7 Ayat (2) berbunyi, "Dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) pasal ini dapat minta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita." Pemohon berpendapat bahwa aturan tersebut telah melahirkan banyak praktik perkawinan anak, khususnya anak perempuan, mengakibatkan perampasan hak-hak anak, terutama hak untuk tumbuh dan berkembang. Mereka mengacu pada Pasal 28 B dan Pasal 28 C Ayat (1) UUD 1945.