REPUBLIKA.CO.ID, TIRANA -- Dua dekade lamanya, Muslim Albania bekerja keras guna mendapatkan izin pembangunan masjid di Tirana. Akhirnya, kerja keras itu terbayar lunas. Perdana Menteri Albania, Edi Rama mengizinkan pembangunan itu.
“Ini adalah proyek bersama yang dikerjakan atas kerjasama dengan Direktorat Agama Turki,” tutur Ketua Masyarakat Muslim Albania, Skender Brucaj kepada Anadolu Agency, Rabu (3/12).
Menurut Brucaj, ini merupakan kabar gembira bagi umat Islam Albania. Sebab, selama ini mereka terkendala oleh baik urusan perizinan yang sarat politik maupun masalah finansial. Kendala ini kemudian teratasi atas bantuan diplomasi Turki terhadap kepentingan umat Islam Albania.
Rencananya masjid baru tersebut, akan didirikan dilokasi dekat gedung parlemen Albania, seperti diumumkan pada 1990-an dimana saat itu bangunan tidak dilanjutkan karena terhambat masalah hukum dan keuangan. Masjid besar di negara dengan mayoritas penduduk Muslim itu dibangun, setelah di tahun-tahun sebelumnya warga Katolik Roma dan Ortodoks dapat mendirikan gereja-gereja.
Padahal sekitar 60 persen penduduk Albania adalah muslim, sementara Katolik Roma hanya mencapai 10 persen, sedang Kristen Ortodoks dibawah 10 persen. Albania dijadikan salah satu acuan bagi negara-negara dunia dalam sisi toleransi untuk hidup berdampingan antar uamt beragama. Muslim, Katolik dan Ortodoks telah hidup bersama dengan kedamaian selama berabad-abad.
Adapun berkurangnya jumlah masjid di Albania disebabkan oleh kebijakan Partai Komunis pada era 1967-1990. Partai Komunis melarang segala bentuk praktik dan bangunan ibadah di ruang publik. Pada masa kejayaannya, banyak masjid dan gereja ditutup atau bahkan dihancurkan.
Berbeda halnya dengan kini. Perdana Menteri Albania, Edi Rama, menyatakan, setelah pembangunan Masjid Tirana, akan didirikan pula di sebelahnya sebuah museum agama-agama. Ini untuk meningkatkan peran agama di ruang publik.