REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musyawarah nasional (munas) IX Partai Golkar memutuskan penambahan posisi ketua harian di kepengurusan DPP hingga DPD I (provinsi) dan DPD II (kota/kabupaten). Hal ini diatur dalam aturan rumah tangga Partai Golkar Bab V Pasal 6 ayat 1 poin e.
Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Golkar, Akbar Tandjung tidak mempersoalkan keberadaan ketua harian di kepengurusan. Menurutnya posisi ketua harian sepenuhnya menjadi kewenangan ketua umum.
"Kalau diperlukan maka ketua umum bisa menetapkan menunjuk ketua harian," ujarnya.
Akbar mengatakan posisi ketua harian tidak mesti hanya ada di level pusat, ketua DPD I dan II juga bisa menunjuk ketua harian. Akbar menjelaskan ketua harian sebenarnya sudah berlaku di sejumlah kepengurusan Golkar daerah. Dia mencontohkan apabila ada pimpinan Golkar daerah yang menjadi kepala daerah setingkat gubernur dan bupati, maka pelaksanaan organisasi partai dilakukan oleh ketua pengganti.
Akbar mengatakan penyebutan ketua harian dalam anggaran rumah tangga partai hanya untuk memperkuat pengalaman yang sudah terjadi. "Artinya payung hukumnya sudah diberikan. Payung hukum yang diputuskan dalam munas ini," kata Akbar.
Sebelumnya, Ketua Sidang Munas IX Golkar, Nurdin Halid meminta persetujuan peserta munas untuk melakukan perubahan dan penyesuaian struktur kepengurusan sesuai dengan kebutuhan. Didalamnya termasuk keberadaan ketua harian.
"Ketua Umum/Ketua Tim Formatur dapat melakukan perubahan dan atau penyesuaian struktur kepengurusan sesuai dengan kebutuhan, termasuk Ketua Harian," kata Ketua Sidang Munas IX Golkar, Nurdin Halid di hadapan peserta munas, Hotel Westin Nusa Dua, Bali, Rabu (3/12).
Aturan tersebut juga mengharuskan jumlah kepengurusan di struktur partai tidak melebihi 150 orang.
"Apakah setuju?," tanya Nurdin.
"Setuju," jawab mayoritas peserta munas.