REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penjualan Bank Mutiara yang dibeli J Trust dinilai sebagai prestasi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Perusahaan asal Jepang tersebut membeli Bank Mutiara senilai Rp 4,41 triliun pada 20 November 2014.
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listyanto, mengatakan secara ekonomi penyertaan modal dari LPS senilai Rp 8,1 triliun memang tidak kembali seluruhnya dengan penjualan Bank Mutiara senilai Rp 4,41 triliun. Namun, jika dicermati harganya, kata Eko, kondisi Bank Mutiara belum pulih.
Sehingga secara umum, harga yang diterima Bank Mutiara sudah sangat realistis. Menurutnya, dalam suatu penelitian, rata-rata penjualan bank yang belum pulih hanya 30 persen uang yang bisa kembali.
“Artinya secara harga ini bagus, mengutip LPS ini harga paling baik di dunia. Secara ekonomi harga segitu sudah realistis,” jelas Eko kepada ROL, Rabu (3/12).
Namun, menurutnya, persoalan penjualan Bank Mutiara sudah selesai, sebab mekanisme sudah dilewati J Trust secara benar. J Trust juga tidak teraviliasi dengan pemilik lama Bank Mutiara.
Sementara harga Rp 4,41 triliun adalah sebuah keberanian J Trust. Sebab, Bank Mutiara masih menyimpan potensi hukum yang belum selesai. Meskipun secara bisnis, kasus hukum dan bisnis dipisahkan.
Di samping itu, saat dibeli J Trust kondisi Bank Mutiara belum sepenuhnya pulih. Menurutnya, hal itu memberi keuntungan kepada pemerintah melalui LPS.
Sebab, jika tidak terjual, LPS bakal menyuntikkan modal lagi kepada Bank Mutiara. Jika belarut-larut di tangan LPS, lanjutnya, pasti uang APBN atau uang LPS akan keluar untuk menyuntik modal Bank Mutiara.
Persoalan tersebut dinilai akan mendegradasi Bank Mutiara. “Sekarang beban LPS berkurang, bisa dibilang ini keberhasilan LPS,” ujarnya.
Sementara itu, dalam laporan BPK kepada DPR, Selasa (2/12), BPK menyebut penambahan modal dari LPS kepada Bank Mutiara yang dulunya bernama Bank Century belum sepenuhnya sesuai ketentuan yang berlaku. BPk menilai penambahan modal tersebut belum mempertimbangkan alternatif lain yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yakni menutup bank tersebut.