REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) meminta ada pembedaan aturan atau kriteria antara bank gagal dan bank sehat. Kepala Eksekutif LPS Kartika Wiroatmodjo mengatakan saat ini aturan pengawasan perbankan di BI dan OJK tidak membedakan bank dalam penyelamatan dan bank yang normal.
Ke depan, ia memandang perlu ada revisi aturan agar bank yang sedang diselamatkan ini tidak dipatok dengan rasio yang sama dengan bank-bank normal. Hal ini terjadi ketika LPS menyelamatkan BAnk Century yang kini berganti nama menjadi bank Mutiara.
Pada Desember 2013 lalu, LPS terpaksa menyuntikkan dana sebesar Rp 1,25 triliun untuk mencukupi modal ban tersebut agar tetap dianggap sehat dan tidak ditutup. "Di LPS sedang mempertimbangkan bank gagal kita upayakan ada bridge bank. Jadi, kita bisa bikin bank baru, aset baik dan DPK disitu, sementara aset jelek dipindahkan ke bank yang lama," ujar Kartika, saat dihubungi, Rabu (3/12).
Dia mengatakan usulan ini akan dimasukkan dalam rancangan Undang-undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) tahun depan. Jika usulan ini disetujui, kinerja LPS dalam memperbaiki bank ini bisa fokus ke bank baru agar bia dijual dengan nilai terbaik. Sementara, aset bermasalah bisa likuidasi melalui asset manajemen company.
"Waktu keadaan Century ketika diserahkan ke LPS jelek sekali, banyak sekali aset yang tidak bia direstrukturisasi. Memang aturan mengenai kacamata pengawas idealnya jangan pakai bank sehat," katanya.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan adanya dugaan penyelewengan suntikan modal Bank Mutiara. Penambahan modal ini dinilai tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Menurut Ketua BPK Harry Azhar bank Mutiara tidak menyampaikan posisi kewajiban penyediaan modal minimum.