REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai pemerintahan Jokowi masih dilemma terkait Perppu Pilkada. Menurutnya, pemerintah Jokowi belum mengetahui langkah yang akan diambil untuk memutuskan Perppu Pilkada tersebut.
"Pemerintah Jokowi belum tahu akan menerima atau menolak Perppu Pilkada," ujar Yusril melalui siaran pers kepada Republika Online pada Kamis (4/12).
Yusril menjelaskan, jika DPR benar-benar menolak Perpu Pilkada, maka akan terjadi kevakuman hukum untuk memilih pimpinan daerah. Namun apabila sebaliknya,maka akan timbul problema konstitusional mengenai pihak yang berwenang atas Pilkada langsung yang telah diatur Perppu. Sementara, akhir tahun 2015 nanti akan ada pergantian sekitar 195 Bupati dan Walikota.
Untuk itu, Yusril mengaku masih mempertanyakan tindakan yang kelak akan dilakukan oleh pemerintahan Jokowi. "Kalau Perpu ditolak apakah Presiden Joko Widodo akan keluarkan Perpu baru lagi atau ajukan RUU Pilkada yang baru?" tutur Yusril. Menurutnya, waktu setahun agaknya tak cukup untuk selesaikan penyusunan UU Pilkada yang baru.
"Termasuk buat Peraturan Pelaksana dan sosialisasinya," tambahnya.
Yusril menegaskan, apabila Indonesia belum memiliki peraturan Pilkada, maka Indonesia akan mengalami kekososongan. Menurutnya, pemerintah Jokowi tentu akan merasa bingung dalam mengisi kekosongan jabatan bupati dan walikota yang sekitar 195 tersebut.
Selain itu, Yusril juga menmpertanyakan lembaga yang kelak menyelenggarakan Pilkada. Ini terjadi apabila Perppu diterima oleh DPR. Menurutnya, selama ini Perppu mengatur bahwa Pilkada dilaksanakan oleh KPU dan KPU Daerah. Sementara tanpa disadari, tambahnya, MK telah menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili dan memutus perkara-perkara Pilkada.
Yusril mengungkapkan, sikap Mahkamah Konstitusi (MK) itu merupakan sebuah isyarat. Menurutnya. MK telah satu pendapat dengannya. “Bahwa Pilkada bukanlah termasuk ke dalam regim Pemilu sebagaimana diatur pasal 22E UUD 45,” tegasnya.
Menurut Yusril, Pemilu menurut pasal 22E UUD 45 hanyalah untuk memilih DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD. Sementara, ucap Yusril, menurut Pasal 22E, KPU hanya bertugas menyelenggarakan Pemilu. Hal ini tidak termasuk dalam hal menyelnggarakan Pilkada.
"Karena Pilkada bukan Pemilu," tambahnya. Selain itu, MK juga menganggap Pilkada bukan menjadi masalah konsitusi.
Yusril mengatakan, apabila Perppu disahkan kelak, maka ia yakin MK akan membatalkan kewenangan KPU. Dalam hal ini, kewenangan KPU dalam menyelenggarakan Pilkada.
Untuk itu, Yusril meminta pemerintah Joko Widodo agar berpikir keras mengenai hal tersebut. "Berpikir keras bagaimana mengatasi masalah ini dan lembaga apa yang berwenang menyelenggarakan Pilkada?" tegas Yusril.