REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON--Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Komisi X DPR RI dapat mencontoh ini. Di Selandia Baru, orang-orang yang dihukum karena pengaturan pertandingan (match fixing) akan menghadapi ancaman tujuh tahun penjara di bawah undang-undang baru disahkan oleh pemerintah negara itu pada Kamis (4/12).
Amandemen Undang-Undang Kejahatan (Match-fixing) adalah bagian dari sejumlah kebijakan yang diperkenalkan oleh pemerintah Selandia Baru dalam 12 bulan terakhir dalam upaya untuk memerangi korupsi dalam olahraga.
"Pengaturan Pertandingan adalah masalah yang berkembang secara internasional dan itu adalah ancaman nomor satu terhadap integritas, nilai dan pertumbuhan olahraga," kata Menteri Olahraga dan Rekreasi Jonathan Coleman dalam sebuah pernyataan yang dikutip Reuters setelah RUU disahkan.
"Di Selandia Baru, kita tidak kebal terhadap ancaman ini. Pengesahan RUU ini merupakan langkah penting dalam melindungi integritas olahraga kami."
Implementasi RUU yang mulai efektif pada tanggal 15 Desember ini, berhubungan dengan Selandia Baru menjadi tuan rumah bersama Piala Dunia Kriket dengan Australia pada Februari dan Maret 2015. Dan, Juni ketika menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20.
Namun undang-undang ini belum menjelaskan secara perinci mengenai pengaturan pertandingan dan undang-undang yang baru akan menjelaskan lebih detail tentang bentuk penipuan.
"Undang-undang ini merupakan bagian dari paket kebijakan yang lebih luas," tambah Coleman.
Undang-undang ini akan membahas prosedur berbagi informasi antara lembaga pemerintah, polisi, Serious Fraud Office (semacam KPK di Indonesia) dan sektor olahraga. Pemerintah Selandia Baru, kata dia, telah bekerja sama dengan sektor olahraga dan industri taruhan yang dilegalkan di sana.
Langkah Selandia Baru ini sangat layak ditiru oleh Indonesia. Ini untuk mengikis para pelaku pengatur pertandingan, yang mencengkram sepak bola kita.