REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Budaya 'Sasi' yang merupakan salah satu tradisi masyarakat adat di Maluku memiliki fungsi sangat besar dalam menjaga keberlangsungan potensi perikanan laut di daerah ini.
"Budaya ini merupakan sebuah sisi kearifan lokal masyarakat adat secara turun temuran dan punya manfaat besar dalam menjaga potensi perikanan," kata Ketua DPRD Maluku Edwin Adrian Huwae, di Ambon, Kamis (4/12).
Karena lewat sistem Sasi ini, orang tidak bisa melakukan penangkapan ikan, mengambil kerang-kerangan jenis lola, batulaga atau japing-japing, secara berlebihan sehingga merusak lingkungan.
Budaya Sasi bisa disebut sebagai sebuah perintah larangan bagi warga mengambil hasil kelautan atau pertanian sebelum waktu yang ditentukan, namun pada saatnya masyarakat dapat melakukan panen bersama-sama sehingga masyarakat benar-benar merasakan hasil kerja keras yang mereka lakukan.
Hampir sebagian besar masyarakat adat di Maluku, terutama Kabupaten Maluku Tengah, Kota Tual, Maluku Tenggara dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat, dominan menerapkan sistem sasi guna melindungi hasil perikanan maupun perkebunan.
Menurut Edwin, sistem sasi ini lebih banyak diberlakukan pada wilayah pesisir, sementara di tengah laut yang jauh dari pulau-pulau terjadi banyak aksi pencurian.
"Maluku mempunyai potensi ikan besar dan berharap bisa memasok kepentingan lokal, nasional dan pasar ekspor dalam kaitan dengan penetapan daerah ini sebagai lumbung ikan nasional," katanya.
Namun masih banyak terjadi kasus pencurian ikan di Laut Arafura, Laut Aru dan Laut Seram karena terjadi pemuatan tengah laut dan sebagainya.
"Praktik inilah yang merugikan. Jadi moratorium pemberian izin bagi kapal-kapal besar yang dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan sekarang perlu didukung," kata Edwin.