REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) perlu segera dilakukan pemerintah untuk mendukung ketahanan energi nasional. Namun, pada kenyataannya pengembangan EBT masih saja terhambat. Dominasi energi fosil masih juga belum bisa tergeser.
Direktur Jenderal EBT Kementerian ESDM Rida Mulyana mengungkapkan, salah satu kendalanya adalah tidak adanya ruang untuk negosiasi. "Untuk geotermal misalnya, tidak ada ruang untuk negosiasi. Investor datang sudah ditodong masalah harga," jelasnya, Kamis (4/12).
Selain itu, ada beberapa kendala lain yang telah dirumuskan oleh Kementerian ESDM bersama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Beberapa kendala yang menghambat pengembangan energi terbarukan dalam kaitannya untuk produksi listrik, antara lain, pertama adalah harga jual energi fosil, misalnya minyak bumi, solar, dan batubara, di Indonesia masih sangat rendah.
Dua, rekayasa dan teknologi pembuatan sebagian besar komponen utamanya belum dapat dilaksanakan di Indonesia, jadi masih harus impor. Tiga, biaya investasi pembangunan yang tinggi menimbulkan masalah finansial pada penyediaan modal awal.
Selanjutnya, belum tersedia data potensi sumberdaya yang lengkap, karena terbatasnya studi yang dilakukan. Terakhir, yaitu kelima kontinuitas penyediaan energi listrik rendah, karena sumberdaya energinya sangat bergantung pada kondisi alam yang perubahannya tidak menentu.