REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Sekretaris Jenderal DPP Partai Hanura, Dossy Iskandar Prasetyo, mengatakan tidak dapat dipungkiri konflik yang sempat terjadi antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) menjadi penghalang kinerja DPR yang produktif.
"Kita harus fair, secara realitas politik iya, artinya mengurangi kemaksimalan kerja DPR," kata anggota komisi III DPR ini, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (4/12).
Namun demikian menurutnya, ketegangan yang ada tidak bisa dibaca sebagai DPR tidak bekerja. Meskipun DPR tidak maksimal dalam menjalankan fungsinya, namun menurutnya anggota dewan tetap bekerja. "Saya pikir tidak ada yang makan gaji buta. Karena tidak maksimal dalam menjalankan fungsi DPR, itu dikesankan demikian. Tapi sebenarnya tidak begitu," kata Dossy.
Ia mengatakan, kerja kolektif di DPR tetap dilakukan. Ia mengklaim, bahwa hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak tercapai dalam pembahasan di DPR. Hanya saja, katanya, yang mengemuka adalah stigma perdebatan antara KIH dan KMP.
Ia menyebutkan, perkembangan pemikiran sudah ada di komisi-komisi. Selain itu, menurutnya, fraksi-fraksi sudah ada yang menerima kunjungan dari masyarakat yang menyampaikan keluhan. Dengan adanya upaya penyelesaian dalam bentuk revisi UU MD3, ia mengatakan hal itu adalah bentuk kerja yang serius dari anggota dewan.
Di samping itu, bentuk kerja dari DPR adalah dengan seluruh fraksi yang sudah menyerahkan nama di alat kelengkapan dewan. Ia menyatakan, bahwa kini sudah tidak ada istilah kubu. Yang ada, menurutnya, bagaimana DPR menjalankan fungsi kenegaraannya sesuai konstitusi. Hal itu yaitu fungsi pembuatan undang-undang, pengawasan dan anggaran.
Akan tetapi menurut Dossy, ke depan DPR harus fokus untuk mengerjakan dan mengejar hutang dari implikasi konflik yang belum selesai di parlemen. "Bagaimana mengisi apa yang kurang kemarin, sekarang membalas kekurangan kemarin," katanya.