REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Pada Sabtu (22/11), Parlemen Prancis telah mengadakan diskusi untuk menghasilkan pengakuan Negara Palestina. Hasilnya, Palestina pun diakui sebagai Negara oleh pemerintahan Palestina pada Selasa (2/12).
Keputusan Prancis tersebut muncul bukan tanpa alasan. Ada beberapa alasan dan latar belakang yang membuat Prancis akui Palestina seperti yang dilansir Aljazeera. Di diskusi yang diselenggarakan pemerintah Perancis tersebut, juga menjelaskan tujuan dari diskusi tersebut.
Pejabat Prancis mengatakan, apabila perundingan Palestina-Israel gagal dalam dua tahun, maka Paris tidak akan mengakui negara Palestina. Para menteri termasuk anggota parlemen mengatakan, dalam waktu dua tahun harus ada perubahan.
Perubahan yang dimaksud adalah konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel yang sampai saat ini belum menemukan jalan keluar. Selain itu ada hal yang juga penting dari alasan Prancis mendukung Negara Palestina.
Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius pernah berpendapat, penyebab kegagalan negosiasi hadir karena ketidakmampuan dari dua pihak. Akan tetapi kedua belah pihak lah yang harus bertanggungjawab. Pengakuan Prancis terhadap Palestina sebagai sebuah negara adalah sebuah kemajuan.
Sebelumnya, masyarakat perlu tahu mengenai sebuah perjanjian terkait kasus Palestina-Israel. Pada Perjanjian Oslo telah menetapkan tahun 1999 sebagai tenggat waktu untuk negosiasi Israel-Palestina.
Namun tenggat waktu itu pun diubah hingga 2003. Kuartet telah mengumumkan tahun 2005 sebagai akhir dari negosiasi Israel-Palestina. Kemudian terjadi sebuah pertemuan terkait Palestina.
Pertemuan Annapolis yang diadakan pada 2007 yang diadakan oleh Presiden AS George W. Bush membahas status negara Palestina pada tahun 2007 dan 2010. Hingga akhirnya, pada 2011 Presiden AS Barack Obama pun menyerukan pembentukan sebuah negara Palestina.
Swedia merupakan negara pertama di Uni Eropa yang mengakui negara Palestina (serta beberapa negara lain, termasuk negara-negara bekas blok Timur, sebelum bergabung dengan Uni Eropa. Parlemen Inggris dan Kongres Spanyol juga melakukan hal yang sama.