REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hafidz Muftisani
JAKARTA -- Anak yatim memang tidak dimasukkan sebagai Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) oleh pemerintah. Namun, ada dua kriteria PMKS yang berkelindan dengan kondisi anak yatim. Yakni, anak telantar dan anak jalanan.
Meski, anak yatim tak selalu menjadi anak telantar maupun anak jalanan. Namun, sejatinya mereka telah mengalami disfungsi keluarga setelah kehilangan satu atau kedua orang tuanya.
Jumlah anak yatim sendiri di Indonesia masih banyak. Menurut Kementerian Sosial tahun 2011, yang masuk kategori anak telantar mencapai 4,8 juta anak. Kepedulian masyarakat terhadap anak yatim masih sangat dibutuhkan.
“Peduli dengan anak yatim itu menghilangkan predikat pendusta agama,” ujar Dewan Pembina Rumah Yatim Ustaz Ahmad Jaeni kepada Republika, pekan lalu.
Sebagaimana Allah berfirman, “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Yakni, orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin…” (QS al-Maa’uun [107]:1-3).
Ustaz Ahmad berkata, “Artinya, sebenarnya Allah ngomong ke kita, ‘Bohong kamu beragamanya’ kalau belum peduli dengan anak yatim,” ujarnya. Selain itu, dengan membantu anak yatim sebenarnya investasi sumber daya manusia.
Perjalanan hidup anak yatim masih panjang. Jika tidak dibantu, bisa jadi anak-anak ini tumbuh tidak terarah. “Jika ia dibantu lalu jadi anak saleh, pahalanya mengalir seperti mulit level marketing ke yang membantu,” kata Ustaz Ahmad.
Terlebih dalam sebuah hadis, di akhirat Rasulullah dekat sekali dengan orang yang peduli anak yatim seperti dekatnya dua jari yang menempel. ”Siapa yang tidak tergiur dengan janji Allah dan Rasul-Nya yang seperti itu?” tanyanya. Janji Rasulullah SAW yang memberi tempat di akhirat dimaknai jika anak yatim merupakan masa depan kita.
Rumah Yatim sendiri kini sudah membina 12 ribu anak yatim di seluruh Indonesia. Pembinaan anak yatim dilakukan secara profesional. “Lembaga seperti Rumah Yatim ini berbasis kepercayaan yang harus dijalankan dengan amanah dan profesional,” katanya.