REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada Langsung membuat internal Koalisi Merah Putih (KMP) terpecah. Akibatnya hingga saat ini, KMP belum memutuskan sikap apakah akan menerima atau menolak Perppu tersebut.
Perbedaan sikap terjadi antara Partai Demokrat yang menegaskan akan mendukung Perppu, dengan Partai Gerindra dan Golkar yang menjadi motor KMP dan secara tegas menolak Perppu yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.
Wakil Sekretaris Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahri Hamzah mengatakan beberapa partai koalisi sudah memberikan rekomendasinya, namun ada partai yang belum. Menurutnya KMP akan berkomunikasi dengan SBY dan tim perumus untuk membahas kelanjutan nasib Perppu.
"Semoga sesudah reses, ada rencana silaturahim dengan SBY," kata Fahri di kompleks gedung parlemen, Jum'at (5/12).
Menurutnya, selain soal Perppu, akan banyak yang akan dibahas antara KMP dengan SBY. Fahri memandang KMP perlu 'sowan' ke SBY karena naskah Perppu ada ketika SBY akan turun. Saat pertama usulan akan dibuat Perppu, tidak ada partai KMP yang menolak. Tapi saat itu, naskah Perppu belum ada. Baru menjelang SBY turun naskah Perppu itu ada.
Wakil Ketua DPR itu mengatakan silaturahim dengan SBY dan tim perumus dimaksudkan agar KMP mendapat masukan dari tim perumus diluar naskah tertulis. Dalam naskah Perppu, poin-poinnya banyak yang merupakan penyempurnaan UU Pilkada yang lama.
Misalnya salah satu poin pentingnya adalah perubahan pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Tapi yang belum ada adalah pengaturan soal keuangan politik. "Nanti akam diputuskan kemudian akan disinkronkan dengan partai-partai lain," katanya.