REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Minuman keras oplosan kerap menyisakan kasus korban meninggal. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama, mengatakan bahaya kesehatan akibat mengonsumsi miras oplosan tergantung beberapa hal.
Pertama, jenis bahan yang dioplos. Kedua, jumlah atau kadar bahan yang dioplos. Ketiga, jumlah yang dikonsumsi. Keempat, seberapa cepat pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. Dan terakhir, Keadaan umum dan daya tahan tubuh pasien.
"Karena oplosan tidak ada izinnya, maka tidak diketahui jenis/bahan dan jumlah/kadar yang dioplos, walaupun memang pada dasarnya adalah bahan berbahaya," kata Tjandra melalui rilis kepada media, Ahad (7/12).
Meski demikian, menurutnya minuman oplosan juga melanggar aturan pembelian atau konsumsi. Sebab, alkohol resmi saja hanya boleh dibeli oleh orang berusia di atas 21 tahun.
"Pencegahan hanyalah dua hal, jangan mengoplos dan jangan mengkonsumsi oplosan," ujarnya.
Berdasarkan pemberitaan sejumlah media, korban minuman keras oplosan di Sumedang selama tujuh hari sampai Ahad berjumlah 127 orang. Sebanyak 10 orang di antaranya tewas. Sementara di Garut, sebanyak 26 orang menjadi korban miras oplosan, dimana 17 di antaranya meninggal.