REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Yunarto Wijaya menilai perpecahan di internal Partai Golkar akan membuat elektabilitas partai itu menurun di 2019. Untuk mencegah hal tersebut, Golkar harus memilih figur (capres) baru yang dapat meraih simpati masyarakat.
Karena akibat yang ditimbulkan atas konflik perpecahan dalam tubuh partai berlambang pohon beringin ini akan sangat besar. Sebab konflik internal kali ini, baru pertama kalinya membuat partai itu terbelah.
"Baru kali ini Golkar membuka konfliknya didepan panggung,"ujar pengamat politik Yunarto Wijaya pada Republika, Minggu (7/12.
Selain itu, Golkar juga menurutnya harus melakukan rekonsiliasi dalam tubuh partai. Dengan melakukan penguatan infrastruktur serta islah semua elit politik. "Golkar harus memilih figur baru untuk capres dan seharusnya para elit politik harus mengesampingkan ego untuk memecat, mengusir anggota partai,"tambahnya.
Hal ini diyakini Yunarto bisa menjadi jalan penyelesaian perpecahan yang terjadi dalam tubuh partai Golkar.
Seperti diketahui sebelumnya, konflik internal di Partai Golkar terjadi saat DPP Partai Golkar mempercepat pelaksanaan Munas menjadi 30 November lalu di Bali. Hal itu memicu munculnya Presidium Penyelamat Golkar yang dimotori Agung Laksono, yang menentang Munas.
DPP Partai Golkar kemudian memecat kader-kadernya yang ikut dalam Presidium Penyelamat Golkar. Sebagai balasan pada Sabtu kemarin, kubu Agung Laksono menggelar Munas tandingan di Ancol, Jakarta.