Senin 08 Dec 2014 07:07 WIB
Atribut Natal

Kemenag Sebut Muslim Boleh Pakai Atribut Natal, Mengapa?

Rep: CR05/ Red: Bayu Hermawan
 Pekerja sebuah restoran cepat saji di Banten, Ahad (7/12), mengenakan atribut Natal berupa tanduk rusa sebagai bagian seragamnya.
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Pekerja sebuah restoran cepat saji di Banten, Ahad (7/12), mengenakan atribut Natal berupa tanduk rusa sebagai bagian seragamnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Dirjen Bimas Kemenag), Machasin mengatakan umat muslim boleh saja mengenakan atribut Natal. Bahkan untuk kepentingan bisnis sekalipun.

"Kalau untuk kepentingan bisnis bukan masalah. Seperti pada hari raya Islam saja misalnya, banyak non muslim di televisi yang ikut memakai atribut Islam, itu kan sama, tidak apa-apa," ujarnya pada Republika Online, Senin (8/12).

Ia melanjutkan, kepentingan bisnis itu misalnya karyawan perusahaan seperti di pusat-pusat perbelanjaan atau mal yang disuruh majikannya untuk mengenakan atribut Natal. Begitu juga tayangan televisi, kata dia, yang umumnya serba-serbi atribut natal untuk menyambut hari raya umat kristiani, 25 Desember itu.

"Karena sudah tradisi, memakai atribut boleh saja karena tidak mengubah apa-apa, asalkan tidak merubah keyakinan iman dia sebagai seorang muslim," jelasnya.

Machasin mengatakan, larangan yang umumnya disebutkan tokoh agama menurut dia dikarenakan kekhawatiran akan menghilangkan iman. "Kalau zaman khalifah melarang muslim berpakaian non muslim, itu kan kebijakan saat itu," ujarnya.

Tapi, ujar dia, kondisi Indonesia sendiri saat ini sudah bertradisi menyangkut atribut natal tersebut.

"Maksudnya hanya semata untuk bisnis itu misalnya non muslim dia memasang bedug di masjid, mengerjakan yang identik dengan Islam tapi kan tidak mengubah keyakinan dia. Jadi walau muslim pakai atribut non muslim, kan juga tidak persis bahwa dia menjadi non muslim," jelasnya.

Dia kembali menyebutkan atribut non muslim boleh saja dipakai muslim sebagai bentuk menghargai saja. "Memang soal pakaian atau meniru suatu kaum itu kan disebut berarti masuk ke dalam kaum itu sendiri, tapi kalau hanya mengenakan atribut dan imannya tidak berubah, tidak apa-apa," katanya.

Sementara, yang tidak boleh bagi muslim, tambah dia, adalah merayakan hari raya non muslim. "Kalau sengaja merayakan itu yang tidak boleh," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement