REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menegaskan bahwa pihak dokter di Indonesia sudah mengetahui efek penggunaan antibiotika secara berlebihan yang dapat menimbulkan resistensi.
Ketua Umum IDI, Zaenal Abidin mengaku, penggunaan antibiotika di luar kewajaran terhadap pasien tak hanya menjadi kecemasan global tetapi juga menjadi kekhawatiran di Indonesia.
“Namun intinya semua dokter sudah tahu dampak penggunaan antibiotika yang berlebihan,” ujarnya kepada Republika, di Jakarta, Senin (8/12).
Meski demikian, pihaknya mendorong dilakukannya sosialisasi antibiotika ke pihak-pihak terkait. Ia mengaku, IDI dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia sudah melakukan sosialisasi dampak antibiotika ke semua pihak, termasuk anak organisasi IDI.
Contohnya, sosialisasi ke Perhimpunan Dokter Spesialis Farmakologi Klinik, hingga Perhimpunan Spesialis Mikrobiologi Klinik. “Semua (organisasi kedokteran) juga sudah sadar akan banyaknya kasus terjadi resistensi terhadap antibiotika tertentu. Semua sudah tahu akibatnya,” ujarnya.
Namun, katanya, sosialisasi juga perlu dilakukan kepada masyarakat agar tidak sembarangan membeli antibiotika tanpa resep dokter. “Coba saja ke apotek dan pesan salah satu antibiotika tanpa resep dokter,” ujarnya.
Namun untuk sosialisasi tersebut, dia menyebutkan bahwa hanya Kemenkes yang bisa melakukannya. Ini karena Kemenkes bisa menggandeng berbagai profesi termasuk IDI dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atau banyak ahli tentang hal tersebut.
Fenomena penggunaan antibiotika sudah membuat Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) merasa was-was. WHO menyerukan peningkatan aksi untuk tanggulangi resistensi terhadap antimikroba ini.
Awal tahun 2014 ini, WHO memberikan peringatan bahwa resistensi antimikroba merupakan sebuah masalah besar di tingkat global, terutama di Asia Tenggara yang menampung seperempat populasi dunia. Resistensi terhadap antibiotik telah menjadi permasalahan di seluruh negara karena hal tersebut menyebabkan pengobatan yang diberikan kepada pasien tidak ampuh lagi.