REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Reform Institute, Yudi Latif menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengabaikan pandangan PDIP soal kenaikan harga BBM bersubsidi. Jokowi lebih mendengarkan masukan dari para menterinya yang terlibat jaringan korporasi bisnis minyak.
"Jokowi lebih banyak dikendalikan oleh komunitas menteri yang menjadi bagian dari korporasi," kata Yudi kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (8/12).
Yudi menilai PDIP sebenarnya menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Ini misalnya terlihat dari penolakan yang dilakukan oleh sejumlah politikus PDIP saat isu kenaikan harga BBM mencuat ke publik. Hanya saja penolakan mereka tidak menjadi dasar pertimbangan Jokowi. "Kekuatan PDIP tidak menjadi determinan pengambilan keputusan," ujar Yudi.
Persoalan lain, kata Yudi, Jokowi tidak menyiapkan secara matang kompensasi bantuan sosial atas kenaikan harga BBM bersubsidi. Wajar jika kemudian rakyat banyak menolak kebijakan tidak populis Jokowi tersebut. "Mungkin kalau skala kompensasinya sudah matang mungkin rakyat masih bisa terima," katanya.
Jokowi tidak perlu malu menganulir kebijakan menaikan harga BBM. Sebab saat ini harga minya mentah dunia sedang turun. Di sisi lain, kata Yudi, semestinya negara lah yang berkewajiban mensubsidi rakyat. Bukan sebaliknya. "Jangan malu menganulir harga minyak dengan menurunkannya," ujar Yudi.