REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Dakwah dan kajian ilmu bertebaran di media sosial diakui sebagai gejala positif. Akan tetapi, seorang Muslim tidak cukup hanya dengan mengikuti kajian lewat media sosial. Hal itu harus ditindaklanjuti dengan mendatangi kajian secara langsung.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Majelis Dakwah Islam Indonesia (Madina) ustaz Oemar Mita, Lc. "Petuah para ulama mengajarkan, siapa yang belajar hanya mencukupkan pada referensi buku atau audio. Kemungkinan untuk salah itu besar. Berbeda ketika mendatangi kajian secara langsung," kata Oemar Mita kepada Republika.co.id, di Jakarta, Jumat (3/5).
Dia menegaskan, bukan berarti melakukan kajian melalui media sosial adalah salah. Hanya saja prosesnya tidak boleh berhenti, jangan hanya mengandalkan youtube ataupun instagram.
Dia menyebutkan, belajar secara instan lewat media sosial memiliki beberapa kelemahan. Belajar hanya dengan satu referensi, mendorong seseorang untuk menyalahkan pendapat yang berbeda.
"Tidak pernah mendatangi ustaz, maka sifat mencelanya itu besar, karena terbiasa hanya mendapatkan satu referensi. Padahal referensi harus kita perbanyak supaya menyikapi masalah secara lebih bijaksana," tutur Oemar.
Oemar memberikan perumpamaan masalah di atas dengan referensi masakan seorang koki. Misalnya jik seorang koki hanya memiliki satu referensi masakan nasi goring, koki tersebut akan resisten terhadap jenis nasi goreng lainnya.
Selain berdampak pada pemahaman, mendatangi majelis ilmu secara langsung memiliki nilai berkah dan silaturahim. "Keberkahannya pasti bertambah. Keberkahan itu dampaknya besar, hanya saja seringkali kita melupakan keberkahan-keberkahan dalam hidup," ujar Oemar.