REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam besar Masjid Istiqlal, Mustafa Ali Yakub mengatakan, bila ada revisi atau penghapusan doa di sekolah, hal tersebut masuk dalam rencana protokol Zionisme nomor 14.
"Aneh bila mau direvisi, seperti ada skenario untuk berupaya melakukan penghapusan agama seperti dalam protokol Zionisme nomor 14," ujar Mustafa kepada ROL, Rabu (10/12).
Mustafa sangat menentang sikap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan yang ingin melakukan revisi terhadap doa di sekolah. Menurutnya, doa di sekolah tidak bermasalah dan berjalan dengan normal.
Selain itu, menurut Mustafa doa di sekolah sudah sesuai dengan aturan dan tidak ada pemaksaan kepada seorang anak untuk meyakini satu agama saja.
"Beberapa waktu belakangan ini saya melihat ada unsur-unsur yang ingin memecah belah dan menghapus agama di seluruh dunia termasuk Indonesia, bila revisi tersebut berhasil diterapkan untuk mempraktikan semua agama maka itu merupakan kemenangan satu langkah komunisme," kata Mustafa.
Menurut Mustafa, hal itu sudah terlihat sejak Indonesia mengusung pluralisme agama, pernikahan beda agama, penghapusan kolom agama di KTP dan sekarang doa di sekolah yang ingin direvisi.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, mengungkapkan, pihaknya ingin agar kegiatan belajar-mengajar (KBM) dibuka dan ditutup dengan doa bersama oleh guru dan para murid di tiap kelas. Anies menilai hal terebut dilakukan agar KBM berlangsung dalam suasana yang religius.
Namun, Anies menekankan, nilai-nilai religius itu tidak hanya berpusat pada agama tertentu, meskipun itu agama yang dipeluk oleh mayoritas warga sekolah negeri setempat. Alih-alih demikian, Kemendikbud ingin agar semua agama yang dianut oleh setiap peserta didik diberi kesempatan yang sama untuk ditampilkan praktik doanya.