Rabu 10 Dec 2014 18:56 WIB

Menkumham Minta Asing Hormati Hukuman Mati di Indonesia

Rep: Agus Raharjo/ Red: Joko Sadewo
Abdul Wahab Mohamed Tahir digiring petugas dalam persidangan kasus penyelundupan narkoba. Ia terancam hukuman mati karena membawa narkotika dan obat-obatan berbahaya melebihi 5 kilogram.
Foto: STRAITS TIME
Abdul Wahab Mohamed Tahir digiring petugas dalam persidangan kasus penyelundupan narkoba. Ia terancam hukuman mati karena membawa narkotika dan obat-obatan berbahaya melebihi 5 kilogram.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly meminta agar negara asing menghormati hukum positif yang berlaku di Indonesia. Terlebih kejahatan peredaran narkoba adalah kejahatan serius yang merusak generasi muda.

"Kita meminta negara lain menghargai hukum positif yang berlaku di negara kita," kata Laoly di Jakarta, Rabu (10/12). Hukum positif di Indonesia masih mengenal hukuman mati. Bahkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) juga masih mengakui bahwa hukuman mati masih konstitusional.

Presiden Joko 'Jokowi' Widodo menolak grasi 64 terpidana mati atas kasus narkoba. Penolakan grasi ini membuat terpidana mati harus siap dengan eksekusi dari Kejaksaan Agung. Sekalipun menuai kecaman dari internasional, Jokowi dan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly tetap pada putusannya.

Kejahatan narkoba, imbuh Laoly, menjadi kejahatan yang merusak generasi muda Indonesia. Bahkan, akibat kejahatan bandar narkoba ini, Indonesia saat ini menghadapi darurat nasional peredaran narkoba. Dari data yang dimiliki Kemenkumham, sekitar 4 juta orang saat ini berada dalam kondisi kecanduan. Diprediksi, jumlah itu akan meningkat menjadi 5,6 juta tahun 2015 nanti.

Politikus PDIP itu mengatakan lembaga pemasyarakatan (lapas) yang ada di kota besar, diisi lebih dari 50 persennya adalah kasus narkoba. Dan kalau dipukul rata, hampir 50 persen penghuni lapas yang ada di seluruh Indonesia dihuni kasus narkoba. Selain itu, Indonesia juga dirugikan dengan kematian 40 orang tiap hari karena narkoba. Kerugian secara ekonomi saat ini diprediksi sekitar Rp 4 triliun. "Ini sudah kita anggap sangat merusak bukan hanya pemuda, tapi juga anak-anak," imbuh Laoly.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement