REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada dan Indonesia Corruption Watch mendorong pemerintah menarik kembali Rancangan Undang-Undang KUHP-KUHAP yang telah dibahas anggota DPR periode 2009-2014 karena dinilai akan melemahkan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kami meminta naskah itu (draf RUU KUHAP-KUHP) ditarik kembali. Kami setuju jika akan dilanjut namun perlu dirombak ulang," kata Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yunto di Sekretariat Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) UGM, Yogyakarta, Kamis (11/12).
Menurut dia, selain menarik kembali naskah RUU KUHAP-KUHP yang kini sudah masuk prioritas legislasi nasional (prolegnas) untuk dilanjutkan dibahas, pemerintah juga untuk sementara tidak perlu mendiskusikan ihwal RUU tersebut dengan DPR.
Pemerintah dapat melakukan pembahasan kembali dengan DPR, dengan catatan naskah RUU itu telah dimatangkan di tingkat eksekutif dengan melibatkan KPK, PPATK, serta ICW.
"Tidak melakukan tukar pendapat apapun dengan DPR mengenai RUU KUHP-KUHAP, sebelum dimatangkan di eksekutif," kata dia.
Emerson mengungkapkan, terdapat sembilan pasal dalam RUU itu yang berpotensi melemahkan KPK. Salah satu pasal di antaranya yakni akan dihapuskannya ketentuan penyidikan.
Dengan dihilangkannya ketentuan penyidikan, menurut dia, kewenangan KPK untuk melakukan pencekalan, serta operasi tangkap tangan (OTT), juga akan hilang.
Pasal selanjutnya, kata dia, memberi kewenangan penuh terhadap hakim komisaris yang akan memutuskan dilanjutkan atau tidaknya penyitaan atau penyadapan terhadap suatu perkara.
"Jika hakim komisaris menyatakan tidak, KPK tidak dapat melakukan penyitaan," kata dia.
Selain itu, kata Emerson, mengenai persoalan banding, di tingkat Mahkamah Agung tidak boleh lebih berat dari putusan pengadilan tinggi. "Di sini mafia peradilan akan bermain," kata dia.
Peneliti Pukat UGM, Hifdzil Alim menilai dua kubu di parlemen yakni Koalisi Indonesia Hebat (KIH) maupun Koalisi Merah Putih (KMP) sama-sama belum menunjukkan keberpihakannya terhadap pemberantasan korupsi. Keberpihakan itu, kata dia, seharusnya dapat dibuktikan dengan berinisiatif menghentikan dan mengeluarkan pembahasan revisi RUU KUHP-KUAHP dalam prolegnas.
"Baik KMP maupun KIH sama saja, sejauh ini belum ada yang berinisiatif bersuara mengusulkan penghentian pembahasan revisi RUU KUHP-KUHAP," kata dia.