REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Slamet Effendy Yusuf menilai sangat wajar bila operasi melawan terorisme melibatkan intelijen Amerika Serikat maupun negara barat lainnya.
Menurutnya, sejak peristiwa 11 September yang mengguncang AS, intelijen barat seperti memiliki legitimasi untuk melakukan operasi di negara-negara yang diprediksi ada terorisme, termasuk Indonesia.
"Wajar kalau melibatkan intelijen barat, seperti Australia menyokong Densus 88 di Indonesia," kata Slamet Effendy Yusuf saat dihubungi Republika, Kamis (11/12).
Effendy Yusuf menambahkan yang paling penting adalah dalam memberantas tindakan terorisme ini, jangan sampai melahirkan bentuk terorisme baru. Tindakan aparat dan intelejen jangan berlebihan yang membuat masyarakat justru merasa diteror. Pemberantasan terorisme harus didasari pada hukum yang berlaku serta tetap menjunjung tinggi HAM.
"Terorisme yang dikaitkan dengan Islam seperti Alqaidah bisa saja dulu tidak disetujui tapi karena operasi intelejen represif banyak yang justru lahir teror baru," imbuh Effendy Yusuf.